paket
kebijakan versi tiba di perut dikempiskan, tiba di mata dipicingkan, tiba di
dada dibusungkan
Lepas dari arti dan makna peribahasa “tiba di perut
dikempiskan, tiba di mata dipicingkan, tiba di dada dibusungkan”, karena
bersifat dinamis. Tergantung selera yang menafsirkannya. Karena bahasa menunjukkan
bangsa, bisa untuk berbalas pantun atau bisa menjadi guyon parikeno.
Orang bijak pandai memilih kata dan ahli
menyusun kalimat, sehingga enak dibaca, kalau diucapkan enak di telinga.
Ternyata manusia tidak bisa mengendalikan gerak telinga. Alat dari pancaindra
ini menjadikan si empunya jujur. Telinga tidak ada filternya, seperti alat
indra penciuman.
Bahasa tulis bisa menjadi bukti otentik,
dibanding bahasa tutur, bahasa lisan, walau ada rekamannya. Bahasa orang
bijak,tidak ada hubungannya dengan bahasa paket kebijakan pemerintah. Walau
enak dibaca, nyaman didengar, namun belum tentu menghasilkan sesuatu yang
berbasis kebajikan.
Paket kebijakan, jangan diartikan muncul dari
orang bijak, biasanya mengakomodir keinginan, tuntutan, aspirasi pihak
tertentu. Tidak mungkin menyenangkan dan mengenyangkan semua pihak. Paket
kebijakan tidak memihak kepentingan mayoritas. Namanya saja bijak, beda dengan
adil, tegas. [HaeN].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar