ketika hukum pensiun dini
Indonesia dikenal karena sebagai negara dengan kandungan
serba multi, antara lain multipartai, multibencana, multikrisis. Ikhwal ini
menjadikan rakyat menjadi tahan banting. Bahkan antar periode pemerintahan
sejak Reformasi, demi urusan perut terbiasa banting tulang.
Ironis, justru para kawanan parpolis penyelenggara
negera, bahkan masih terasa baranya yaitu kasus Patrice Rio Capella, orang ke-2 di tubuh partai
Nasdem, melakukan banting harga. Siap disuap atau apapun istilahnya, menjadikan
ybs menjadi tersangka. Oknum ketum Nasdem, kebakaran brewoknya, apalagi selama
ini memposisikan dan mematut dirinya sebagai RI-0,5. Merasa dirinya di atas
RI-1. Apalagi Jokowi bukan ketua umum parpol.
Kasus lingkungan hidup seperti kabut asap di pulau
Sumatera dan pulau Kalimantan, yang sudah menular ke pulau Papua; kasus
penambangan pasir resmi versi Lumajang. Kasus langganan berbasis SARA masih
tetap marak dengan berbagao versi sesuai tempat kejadian perkara. Hukum adat
tak mempan menyelesaikan masalah di provinsi otonomi khusus, yang berlaku hukum
rimba. Bahkan pemerintah kabupaten/kota setempat memihak kelompok tertentu,
dengan kalkulasi politik.
Sumber dan pusat bencana politik nasional berada di
Senayan, semakin menjadikan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat dipertaruhkan.
Dasar politik periode 2014-2019 adalah jiwa dan semangat bandar politik yang
merasa negara sebagai warisan dari nenek moyangnya. Jokowi-JK secara internal
dibawah kendali presiden senior. tetap patuh pada pasal dukungan konspirasi
internasional. Aspek perdagangan bebas, Indonesia menjadi tuan rumah yang ramah
tamah, siap menerima tamu barang buangan dari negara Cina. Teori jika politik
tidak stabil, investor tidak mau singgah, tidak berlaku pada negeri Cina. Kalau
perlu Cina membawa pasokan TKA. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar