ya Allah sampaikan langkahku ke rumah-Mu
Pengalaman membisikan ketika terbangun pertama, paling masih pukul
2-an. Rembulan 14 Muharram tampak jelas liwat kaca jendela kamar tidur, lanjut
lelap. Tanpa hitungan menit, suara tiang
listrik yang dipukul pak satpam sampai ke
telinga, empat kali. Tidak perlu pikir lagi, harus bangun, apalagi lagi
pak satpam acap tidak tepat waktu. Pukul 04:03. Tahan kantuk keluar kamar,
peluh masih lengket di badan. Bergegas ganti celana, masuk KM/WC.Usai wudhu
tanpa dihanduki, menenteng baju sambil buka pintu. .Jalan cepat sembari pakai
baju. “Ya Allah sampaikan langkahku ke rumah-Mu”. Sholat subuh kalau kemarin
pukul 04:10 waktu lokal.
Suara azan subuh dari masjid saling bersahutan. Suara muazin
sekaligus marbot masjid langganan tak terdengar. Bukan masalah. Mulut tertutup
rapat, ambil nafas panjang tetap berdoa, langkah cepat, menyalip seorang bapak
bersarung. Parkir sandal salip bapak bersarung kedua di tangga masjid.
Alhamdulillah, masih dapat shaf pertama, walau bukan di penjuru kanan seperti
lazim jika ke masjid. Takhiyatul masjid,
lirik iqomah masih ada waktu. Sambung sholat fajar. Duduk berdoa. Merasa
seperti terselamatkan. Merasa jangan-jangan malaikat pencatat amal baik, tak
mau mendekat, bau keringat menyengat. Tidak terlambat sampai rumah-Nya, namun
seperti ada yang kurang, seperti kehilangan.
Imam tetap subuh, karena setelah itu akan ke masjid tempat kerja,
tidak seperti biasanya mengawali doa, langsung takbir. Usai salam, lanjut doa
bareng, yang mungkin sesuai celetuk khotib jumat, lebih lama dibanding sholatnya.
Jalan pulang, seperti bukan diri sendiri yang sedang melakukannya.
Sampai di rumah, langsung buka laptop. Panaskan air. Jadilah
artikel ini. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar