Halaman

Rabu, 05 November 2014

Mewujudkan Kawanan Parpolis Sehat, Cerdas Dan Berjiwa Nasionalis

Mewujudkan Kawanan Parpolis Sehat, Cerdas Dan Berjiwa Nasionalis

Pengamat Politik Universitas Indonesia, Muhammad Budyatna (MB) mengingatkan Presiden Jokowi untuk tidak terlalu paranoid terhadap Koalisi Merah Putih (KMP). Presiden Jokowi, menurutnya justru seharusnya lebih khawatir pada jajaran internal partai-partai pendukungnya dan juga Wapres Jusuf Kalla yang siap mengambil posisi Jokowi sebagai presiden. Jokowi sekarang justru harus lebih khawatir pada KIH (Koalisi Indonesia Hebat) daripada KMP. Kalau KMP jelas posisinya sebagai lawan, tapi KIH itu teman yang bisa menikam dari belakang. Jadi bisa saja nanti Jokowi dijatuhkan tapi bukan oleh KMP, otaknya ada di balik para pendukungnya (-See more at: http://www.jurnas.com/news/154593/Jokowi-Diminta-Waspada-pada-Barisan-Sakit-Hati-KIH---).

Memakai kaca mata awam, bahasa rakyat, kita bisa melihat betapa periode 2014-2019 yang diawali dengan Kabinet Kerja yang berisi menteri titipan/sisipan (bahkan MB juga mengingatkan bahwa Jokowi menurutnya, hanya mengambil elit kelas 2 PDIP) sampai DPR tandingan, sebagai bukti bahwa kawanan parpolis pemenang pemilu legislatif 9 April 2014 dan pilpres 9 Juli 2014, hanya menang secara kuantitas, tidak secara kualitas. Perilaku KIH plus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang menyatakan mosi tidak percaya kepada pimpinan DPR 2014-2019 yang didominasi KMP, sebagai tindakan politis yang justru pamer penyakit bodoh politik, unjuk penyakit buta politik.

Saringan dan saran KPK serta PPATK terhadap bursa calon menteri kabinet Jokowi-JK layak dikembangkan untuk menyeleksi calon wakil rakyat yang akan dilantik. Artinya, caleg yang perolehan suaranya bisa masuk gedung DPR RI, tidak otomatis bisa diambil sumpahnya dan dilantik. Menang secara kuantitas, belum tentu kandungan rekam jejaknya berkualitas, minimal menurut versi KPK dan PPATK.

Memakai kaca mata Rupiah, para caleg atau yang sudah dapat kursi di DPR jauh dari kategori rakyat miskin, jauh dari stigma fakir miskin, kaum papa. Kalaupun harus berkorban, ibarat memancing ikan. Agar dapat tangkapan ikan besar, umpannya harus dikalkulasi dengan cermat. Untuk mendapatkan nomer urut jadi sebagai caleg memang tidak gratis. Persaingan di internal parpol menjadikan kawanan parpolis menjadi pemakan segala. Pepatah warsian nenek moyang kita yang  orang pelaut, yaitu “seganas-ganas induk harimau,  tidak akan memangsa anak sendiri” tidak berlaku di tubuh parpol. Tidak ada kawan sejati dan tidak ada lawan abadi yang berlaku surut. Bahkan untuk meraih dan mewujudkan kepentingan yang sama, persatuang yang digalang bersifat formalitas, semu dan seremonial. Walhasil, kawanan parpolis di DPR tidak berhak memakai Kartu Keluarga Sejahtera.

MB menegaskan lagi, bahwa ia tidak melihat satupun orang yang akan bisa loyal pada Jokowi, karena memang tidak ada loyalis Jokowi. Jokowi menurutnya, tidak bisa berbuat apa-apa sehingga  tidak bisa mengakomodir para loyalisnya. Justru dalam kabinet Jokowi banyak terdapat orang Jusuf Kalla.

Menikmati periode 2014-2019 ini, rakyat memakai ungkapan Jawa “sing waras, ngalah”. Waras tidak sekedar berkaitan dengan olah jiwa, tetapi terkait dengan aspek lainnya, yaitu olah otak, olah rasa, olah batin. Kita jangan lupa, ketika kursi wakil rakyat/kepala daerah bernilai ekonomis, transaksional, ceritanya jadi lain. Mahzab ilmu pengetahuan negara maju pun tidak akan mampu merumuskannya. Bukan sekedar salah kaprah. Campur baur, tumpang tindih, atau saling lempar tanggung jawab menjadi menu dan sajian harian kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Untuk mencapai sukses dunia, anak bangsa yang bergelar kawanan parpolis yang masuk jajaran wakil rakyat, pembantu presiden, kepala daerah atau jabatan penyelenggara negara lainnya, tidak sekedar sebagai pemain watak. Mereka ahli, pakar`dan mahir  memanipulasi watak dan tidak memerankan dirinya sendiri.


Jangan-jangan, kawanan parpolis tidak mengetahui dan menyadari apakah dia sedang berbohong atau sedang jujur [HaeN].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar