Jumat, 14/01/2005 14:09
CIPASERA,
BAYI YANG INGIN MANDIRI
KILAS BALIK HISTORIS
Sisi lain dari
Bhinneka Tunggal Ika yaitu saat kita akan sulit menuliskan identitas diri
berdasarkan suku bangsa. Hasil asimilasi antar suku atau perkawinan campuran
antar suku akan melahirkan keturunan yang indonesiawi. Di sendi budaya terdapat
nama suku diperoleh karena perkawinan. Walhasil orang akan sulit membanggakan
sukunya, walau secara fisik mengikuti salah satu sosok orang tuanya. Keluasan
dunia dan kejauhan jarak bisa dipersempit / diperpendek dengan berbagai upaya
dan ikhtiar. Upaya manusia memang sangat beragam. Menghadapi kemiskinan dan
kelaparan manusia menjadi banyak akal dan terkadang menghalalkan segala cara.
Takut lapar dan takut miskin sebaga musuh bebeyutan bangsa dan rakyat NKRI. Di
pihak lain, munculnya berhala baru berupa kekuasaan, kekayaan, dan kekuatan
menjadi tujuan hidup manusia Indonesia.
NASIB KOLEGIAL
Para penduduk yang
bermukim di kawasan perumahan versi KPR-BTN jelas merupakan pendatang. Mereka
bermukim saja, kerja di Jakarta. Pola pikir dan nalar pendatang ini cukup
sederhana. Banyak kasus dimana fasilitas sosial maupun fasilitas umum tidak
tersentuh kebijakan pemerintah daerah, alasannya belum ada serah terima dari
pihak pengembang ke pemerintah setempat - mereka bisa memobilisasi swadana.
Terlebih bagi kawasan yang menjadi langganan banjir. Artinya, walau bukan masuk
kategori PAD (Putera Asli Daerah), mereka tetap berkontribusi secara positif
dan proaktif. Mulai pembentukan RW dan RT; pembangunan jalan lingkungan,
fasilitas ibadah, talud / tanggul banjir, lapangan olahraga; bayar PBB; dsb
dikerjakan tanpa pamrih. Walhasil, mereka menjadi penduduk yang tahan banting.
Tak perlu protes. Celakanya, para penduduk yang masuk kategori PAD tetapi tidak
bisa diperhitungkan pasti meradang. Tepatnya, golongan masyarakat di luar kutub
penduduk pendatang dan kalangan eksekutif dan atau legislatif, merasa tersisih dari
percaturan berbangsa, bernegara, beragama dan bermartabat. Seolah sudah tak
punya ruang untuk hidup.
BARISAN SAKIT HATI
Dalam demokrasi yang
majemuk, orang akan merasa bosan untuk antri. Kalau bisa membuat barisan
sendiri siapa takut. Terbukti dalam dunia partai politik pasca Orde Baru
(Orba). Sempalan dari PDI, PPP dan Golkar dengan mendirikan parpol baru,
platform serupa merupakan bukti yang akurat. Semasa Orba menjadi gerakan bawah
tanah? untuk mendapatkan celah dan langkah yang aman. Begitu terbitnya Orde
Reformasi banyak oknum yang unjuk raga dan tepuk dada. Bahkan kalangan agamais
atau relijius berkehendak untuk mengurus negara melalui jalur parpol. Orang
pintar dari kalangan akademis merasa bisa untuk mengatur negara.
ASPEK MANDIRI
Sejauh ini belum ada
standar atau ratio yang mengatur seorang kepala wilayah kabupaten/kota idealnya
memimpin sekian juta penduduk; mengatur sekian juta ha luas lahan;
mengendalikan sekian ribu kendaraan roda empat; mengelola sekian ribu km jalan;
mengurus sekian ton tumpukan sampah; dan masih banyak lagi. Kalau pemerintah
kabupaten Tangerang, provinsi Banten merasa kewalahan dalam melaksanakan tugas
pemerintahan dan pembangunan karena alasan keluasan wilayah adminstrasinya,
sangatlah bijak kalau persoalan tersebut digulirkan secara hirarkis dan
sistematis ke penduduknya. Bagi penduduk yang bisa vokal, melakukan unjuk raga
dan pengerahan massa, membentuk opini dengan memanfaatkan media massa jelas
bukan sebagai wakil nurani penduduk. Cipasera (Ciputat, Serpong, Pondok Aren,
Pamulang, Cisauk dan Pagedangan) Kawasan Cipasera terdiri Ciputat, Cisauk,
Pamulang, Pagedangan, Serpong, dan Pondok Aren dengan luas dengan jumlah
penduduk sebanyak 942.194 orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar