Halaman

Jumat, 07 November 2014

CIPASERA, BAYI YANG INGIN MANDIRI

Beranda » Berita » Opini
Jumat, 14/01/2005 14:09

CIPASERA, BAYI YANG INGIN MANDIRI

KILAS BALIK HISTORIS
Sisi lain dari Bhinneka Tunggal Ika yaitu saat kita akan sulit menuliskan identitas diri berdasarkan suku bangsa. Hasil asimilasi antar suku atau perkawinan campuran antar suku akan melahirkan keturunan yang indonesiawi. Di sendi budaya terdapat nama suku diperoleh karena perkawinan. Walhasil orang akan sulit membanggakan sukunya, walau secara fisik mengikuti salah satu sosok orang tuanya. Keluasan dunia dan kejauhan jarak bisa dipersempit / diperpendek dengan berbagai upaya dan ikhtiar. Upaya manusia memang sangat beragam. Menghadapi kemiskinan dan kelaparan manusia menjadi banyak akal dan terkadang menghalalkan segala cara. Takut lapar dan takut miskin sebaga musuh bebeyutan bangsa dan rakyat NKRI. Di pihak lain, munculnya berhala baru berupa kekuasaan, kekayaan, dan kekuatan menjadi tujuan hidup manusia Indonesia.

NASIB KOLEGIAL
Para penduduk yang bermukim di kawasan perumahan versi KPR-BTN jelas merupakan pendatang. Mereka bermukim saja, kerja di Jakarta. Pola pikir dan nalar pendatang ini cukup sederhana. Banyak kasus dimana fasilitas sosial maupun fasilitas umum tidak tersentuh kebijakan pemerintah daerah, alasannya belum ada serah terima dari pihak pengembang ke pemerintah setempat - mereka bisa memobilisasi swadana. Terlebih bagi kawasan yang menjadi langganan banjir. Artinya, walau bukan masuk kategori PAD (Putera Asli Daerah), mereka tetap berkontribusi secara positif dan proaktif. Mulai pembentukan RW dan RT; pembangunan jalan lingkungan, fasilitas ibadah, talud / tanggul banjir, lapangan olahraga; bayar PBB; dsb dikerjakan tanpa pamrih. Walhasil, mereka menjadi penduduk yang tahan banting. Tak perlu protes. Celakanya, para penduduk yang masuk kategori PAD tetapi tidak bisa diperhitungkan pasti meradang. Tepatnya, golongan masyarakat di luar kutub penduduk pendatang dan kalangan eksekutif dan atau legislatif, merasa tersisih dari percaturan berbangsa, bernegara, beragama dan bermartabat. Seolah sudah tak punya ruang untuk hidup.

BARISAN SAKIT HATI
Dalam demokrasi yang majemuk, orang akan merasa bosan untuk antri. Kalau bisa membuat barisan sendiri siapa takut. Terbukti dalam dunia partai politik pasca Orde Baru (Orba). Sempalan dari PDI, PPP dan Golkar dengan mendirikan parpol baru, platform serupa merupakan bukti yang akurat. Semasa Orba menjadi gerakan bawah tanah? untuk mendapatkan celah dan langkah yang aman. Begitu terbitnya Orde Reformasi banyak oknum yang unjuk raga dan tepuk dada. Bahkan kalangan agamais atau relijius berkehendak untuk mengurus negara melalui jalur parpol. Orang pintar dari kalangan akademis merasa bisa untuk mengatur negara.

ASPEK MANDIRI
Sejauh ini belum ada standar atau ratio yang mengatur seorang kepala wilayah kabupaten/kota idealnya memimpin sekian juta penduduk; mengatur sekian juta ha luas lahan; mengendalikan sekian ribu kendaraan roda empat; mengelola sekian ribu km jalan; mengurus sekian ton tumpukan sampah; dan masih banyak lagi. Kalau pemerintah kabupaten Tangerang, provinsi Banten merasa kewalahan dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan karena alasan keluasan wilayah adminstrasinya, sangatlah bijak kalau persoalan tersebut digulirkan secara hirarkis dan sistematis ke penduduknya. Bagi penduduk yang bisa vokal, melakukan unjuk raga dan pengerahan massa, membentuk opini dengan memanfaatkan media massa jelas bukan sebagai wakil nurani penduduk. Cipasera (Ciputat, Serpong, Pondok Aren, Pamulang, Cisauk dan Pagedangan) Kawasan Cipasera terdiri Ciputat, Cisauk, Pamulang, Pagedangan, Serpong, dan Pondok Aren dengan luas dengan jumlah penduduk sebanyak 942.194 orang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar