Halaman

Sabtu, 22 November 2014

anjing menggonggong, kafilah berlalu

ANJING MENGGONGGONG, KAFILAH BERLALU

Semakin tinggi panjat pohon, angin semakin kuat menerpa dan lihat ke bawah mudah gamang serta kalau jatuh berbahaya. Kalau akar tidak kuat, kita bisa tumbang bersama pohon. Begitu juga dengan pengemban amanah : jabatan. Semakin tinggi kursi yang diduduki, semakin banyak angin fitnah menerpa, banyak pihak lebih berambisi, merasa lebih bisa dan tidak sabar antri, berbagai kepentingan menggerogoti secara sistematis, masif dan selalu mengatasnamakan rakyat atau elemen masyarakat.

Memang, orang tergelincir karena kerikil, bukan karena batu besar. Kerikil dijatuhkan dari tempat yang tinggi atau diketapelkan dengan kuat, bisa berakibat fatal. Segenggam salju menggelinding dari puncak gunung, bisa menjadi bola salju yang mengakibatkan bencana alam. Atau mengatakan sesuatu yang tidak dia lihat, ketahui, lakukan, maupun fahami. Bencana lidah lebih biadab dari fitnah.

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai kepala negara atau presiden RI memang wajib mempunyai kepekaan, kepedulian, kehirauan, dan daya tanggap terhadap aspirasi rakyat. Walau satu orang rakyat bersuara, wajib didengar. Terlebih suara yang konstruktif. Satu suara bisa menentukan keseimbangan bahkan bilangan. Gema suara bisa menimbulkan kepanikan dan daya rusak yang luar biasa. Pesan suara, dari telinga ke telinga, sampai ke pendengar terakhir atau yang dituju bisa 100% berubah. Kemajuan teknologi, menyebabkan pesan berantai liwat layanan pesan singkat (SMS), sesuai pengirim awalnya. Niatnya seperti orang yang meludah ke atas.

jika SBY tersentuh nuraninya dengan SMS fitnah, anggap saja anjing menggonggong. Semakin dilayani, malah akan menggigit (karena berhasil).   Sebagai kalifah, ajak terus kafilah berjalan, utamakan kepentingan nasional! [HaeN]. 5 Juni 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar