wakil rakyat, perlu jimat kebal hukum atau ilmu etika penyelenggara
negara
Bukan Indonesia jika adem ayem. Berbasis SARA, jika tidak ada
gejolak apalagi konflik horizontal, jangan-jangan malah antar aparat keamanan
dan aparat pertahanan bentrok di lapangan. Rahasia umum jika ada dana jika ada “proyek
perang”. Bahkan skala dunia, negara pencipta teknologi pemusnah masal dengan
sendirinya akan menciptakan perang. Negara adidaya tidak suka melihat suasana
cinta damai. Bahkan mayoritas agama mereka yang mengajak damai di bumi, tak ada
manfaatnya. Membentuk dan melatih calon teroris menjadi keahlian mereka.
Pembuka di atas, apa hubungannya dengan kiprah, kontribusi,
maupun kinerja wakil rakyat semacam DPR RI maupun DPR provinsi serta DPR
kab/kota. Terkhusus DPR RI, karena wilayah kerja nya se-Nusantara dan berhak
menjelajah ke manca negara.
Etika penyelenggara negara sudah dijabarkan secara akademis, sudah
diformulasikan sebagai bahan ajar untuk anak didik maupun mahasiwa, bahkan
dikemas menjadi substansi pembekalan bagai calon Aparatur Sipil Negara. Rumusan
etika penyelenggara negara tak akan lepas dari pengaruh nilai reliji. Jika
diterapkan sejak dini, akan melahirkan anak sholeh. Akan mewujudkan generasi
masa depan yang malah tidak mau bekerja atau mengabdi sebagai wakil rakyat.
Bangung kan?
Ironis, menurut sinyalemen, etika penyelenggara negara pernah
akan di jadikan Undang-Undang. Karena dianggap membatasi ruang gerak wakil
rakyat, walhasil proses legislasinya tak tentu ujung rimbanya. Wakil rakyat
sudah menduga, mengendus dan memprakirakan jika menjadi UU, lebih baik pensiun
dini.
Wakil rakyat yang 100% orang suruhan partai politik, hanya
akan loyal, tunduk dan taat pada kebijakan partai. Menjalankan kebijakan partai
maupun petunjuk ketua umum tanpa harus berfikir. Mereka hafal AD dan ART
partai, doktrin partai dan kebijakan tak tertulis. Terlebih yang bisa memecat,
mencopot atau menggantikannya hanya partai pengutusnya. Biasanya jika tindak
tanduk, sepak terjang, tingkah laku dianggap “merugikan” partai, baru akan ada
tindakan dari partainya.
Kasus “papa minta saham”, jika tak begitu amat merugikan
partai, maka ybs aman-aman saja. Dapat tetap duduk yang manis. Apalagi dukungan
moral dari partai semakin menjadikan ybs besar kepala.
Melanggar kode etik penyelenggara negara? Pasal berapa
bung!!!
Atau jika dianggap merugikan negara, negara dirugikan
berapa Rupiah. Jika dinilai melanggar hukum, toh mereka berjuang demi dan atas
nama rakyat. Tidak bisa dipidana. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar