Halaman

Minggu, 13 Desember 2015

wakil rakyat, perlu jimat kebal hukum atau ilmu etika penyelenggara negara

wakil rakyat, perlu jimat kebal hukum atau ilmu etika penyelenggara negara

Bukan Indonesia jika adem ayem. Berbasis SARA, jika tidak ada gejolak apalagi konflik horizontal, jangan-jangan malah antar aparat keamanan dan aparat pertahanan bentrok di lapangan. Rahasia umum jika ada dana jika ada “proyek perang”. Bahkan skala dunia, negara pencipta teknologi pemusnah masal dengan sendirinya akan menciptakan perang. Negara adidaya tidak suka melihat suasana cinta damai. Bahkan mayoritas agama mereka yang mengajak damai di bumi, tak ada manfaatnya. Membentuk dan melatih calon teroris menjadi keahlian mereka.

Pembuka di atas, apa hubungannya dengan kiprah, kontribusi, maupun kinerja wakil rakyat semacam DPR RI maupun DPR provinsi serta DPR kab/kota. Terkhusus DPR RI, karena wilayah kerja nya se-Nusantara dan berhak menjelajah ke manca negara.

Etika penyelenggara negara sudah dijabarkan secara akademis, sudah diformulasikan sebagai bahan ajar untuk anak didik maupun mahasiwa, bahkan dikemas menjadi substansi pembekalan bagai calon Aparatur Sipil Negara. Rumusan etika penyelenggara negara tak akan lepas dari pengaruh nilai reliji. Jika diterapkan sejak dini, akan melahirkan anak sholeh. Akan mewujudkan generasi masa depan yang malah tidak mau bekerja atau mengabdi sebagai wakil rakyat. Bangung kan?

Ironis, menurut sinyalemen, etika penyelenggara negara pernah akan di jadikan Undang-Undang. Karena dianggap membatasi ruang gerak wakil rakyat, walhasil proses legislasinya tak tentu ujung rimbanya. Wakil rakyat sudah menduga, mengendus dan memprakirakan jika menjadi UU, lebih baik pensiun dini.

Wakil rakyat yang 100% orang suruhan partai politik, hanya akan loyal, tunduk dan taat pada kebijakan partai. Menjalankan kebijakan partai maupun petunjuk ketua umum tanpa harus berfikir. Mereka hafal AD dan ART partai, doktrin partai dan kebijakan tak tertulis. Terlebih yang bisa memecat, mencopot atau menggantikannya hanya partai pengutusnya. Biasanya jika tindak tanduk, sepak terjang, tingkah laku dianggap “merugikan” partai, baru akan ada tindakan dari partainya.

Kasus “papa minta saham”, jika tak begitu amat merugikan partai, maka ybs aman-aman saja. Dapat tetap duduk yang manis. Apalagi dukungan moral dari partai semakin menjadikan ybs besar kepala.

Melanggar kode etik penyelenggara negara? Pasal berapa bung!!!

Atau jika dianggap merugikan negara, negara dirugikan berapa Rupiah. Jika dinilai melanggar hukum, toh mereka berjuang demi dan atas nama rakyat. Tidak bisa dipidana. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar