Halaman

Selasa, 15 Desember 2015

musibah lumpur Sidoarjo vs petaka tambang Freeport

musibah lumpur Sidoarjo vs petaka tambang Freeport

Saking tahan bantingnya, sudah sampai babak belur, anak bangsa Nusantara tetap bersikukuh di lubang yang sama. Termehek-mehek, mengacungkan tinju ke udara sambil berteriak: “Merdeka! Merdeka! Merdeka!”. Maksudnya?

Sebagai penghibur hati sekaligus pembuta hati, atau penglipur rasa, seorang oknum negarawati dengan pongah berceramah, dengan suara lemah bak pengharu-rasa. Selalu membanggakan jasa besar bapak moyangnya. Tanpa belajar dari fakta sejarah, bahwa penjajahan di Indonesia masih berlanjut. Kekayaan alam masih menjadi primadona daya tarik bangsa dan negara lain untuk mengurasnya.

Di tanah Papua yang sengaja dibiarkan terbelakang, agar tak bisa protes melihat betapa tambang mereka dikeduk, dikeruk sampai lapis terdalam. Pemerintah hanya peduli pada sisi keamanan petugas penjarah yang sedang beroperasi. Opo tumon?

Secara politik, bencana luberan lumpur Sidoarjo, prov Jawa Timur, jangan diartikan sebagai kompensasi bahan galian tambang Freeport yang diboyong ke Amerika Serikat, diganti oleh Allah dengan lumpur.

Sebagai selingan “derita dalam berita”, muncul sosok negarawan yang berorasi dengan suara menghiba-hiba, merasa merasakan nasib rakyat yang selalu menjadi obyek pemerintah, dari satu periode ke periode berikutnya. Tanpa ragu dan malu, menyatakan diri siap jadi pemimpin bangsa dan negara jelang pesta demokrasi 2014. Menggagas ide restorasi, yang dirasanya obat mujarab menyembuhkan luka bangsa.

Peta politik Nusantara, dengan sengaja menghilangkan jejak musibah lumpur Sidoarjo, terlebih menhghapus langkah nyata petaka tambang Freeport. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar