ketika wakil rakyat menghalalkan segala pasal
Seolah tidak ada pembeda
mendasar, mencolok, sebagai karakter utama modus operandi, gelar aksi dan
tindakan nyata antara kawanan KIH dengan kawanan KMP. Sesuai peribahasa “setali
tiga uang”, atau pakai jargon Jokowi : “sami mawon”. Mulai dari pasal bagi hasil,
balas jasa/balas budi sekaligus balas dendam yang diwujudkan dalam pasal bagi
kursi dewan bahkan sampai pasal “papa minta pulsa”. Kalau ada perbedaan, cuma beda tipis. Beda
penginisaisi, beda waktu antar inisiator.
Seolah antar wakil rakyat sudah
saling “tahu sama tahu”.
Mufakat untuk tidak mufakat tetapi masih dalam koridor tidak saling menjegal,
apalagi saling menjagal.
Seolah baku kata, baku mulut,
saling serang kata hanya sebagai pembukti bahwa mereka tidak tidur saat sidang
berlangsung. Beda saat menghadapi lawan di eksekutif, para wakil rakyat pasang
taring, pasang wajah garang dan suara melengking. Menghadapi pihak eksekutif
seolah bak menghadapi lawan yang wajib dilibas hidup-hidup. Apalagi saat
melakukan uji kelayakan dan kepatutan dalam memilah/memilih capim KPK. Tak akan
pilih yang bisa menjadi senjata makan tuan, menjadi bumerang maupun menjelma
menjadi bom waktu usai jatuh tempo periodenya. Padahal rakyat tahu bahwa “yang garang, garing”.
Seolah antar komisi, antar fraksi
menjadi seteru. Menggebu-gebu mau main gebuk. Adegan, atraksi, acara berbasis
main sikat, adu sikut, adu lutut, adu mulut hanya sebagai retorika politik.
Gelora yang menggelora dibalik semangat “sing ora-ora”. Jokowi tahu betul taktik ini.
Seolah tapi memang bukan seolah,
wakil rakyat dilahirkan dan dibesarkan dalam kandungan partai politik, dihidupi dalam kandungan derita rakyat
dan ajal terkubur dalam kandungan
tanah dengan modal serba pasal.[HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar