Halaman

Senin, 02 Juni 2014

Saat Tepat Umat Islam Berpolitik Secara Islami

 Ditulis : Herwin Nur,  30 Mei 2014 | 14:21


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis 22 Mei 2014 malam, menetapkan Menteri Agama RI 2009-2014, Suryadharma Ali (SDA), sebagai tersangka kasus proyek pengelolaan dana dan pengadaan haji  di Kementerian Agama tahun 2012-2013. 
Wajar jika KPK menepis anggapan bahwa tindakan menetapkan SDA sebagai tersangka bermuatan politis, walau waktu penetapan mengundang berbagai asumsi politis. Rakyat, khususnya umat Islam melihat fakta ini sesuai peribahasa “sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui”. Bisa juga ada invisible hand di belakang layar. Asal jangan terjadi “sekali tepuk, dua tiga nyawa melayang”. 
Konsekuensi umat Islam berpolitik sangat dinamis, susah diprediksi dan bisa menjadi senjata makan tuan. Dosa politik umat Islam, secara tak sadar mengajak dosa berjamaah atau sederetan kemaslahatan buat umat dan rakyat. Dosa politik umat Islam, karena mengerdilkan diri di depan pengusaha tetapi mengkritisi kebijakan penguasa karena merasa bisa mengurus negara. Dosa politik umat Islam, secara yuridis formal di pengadilan dunia bisa tereliminir walau dakwaan berlapis, namun tetap dimintai pertanggungjawaban secara utuh dan total di pengadilan Allah walau hanya melanggar satu pasal yang ringan. 
Setan kalah licik dengan manusia Belanda bernama Christiaan Snouck Hurgronje (1857-1936), dengan akal dan kelihaiannya memeluk agama Islam untuk mengacak-acak agama Islam dari dalam. Salah satu pemikirannya, sebagai perpanjangan tangan kolonial saat itu, yaitu memisahkan umat Islam dari kegiatan politik. Mengkondisikan umat Islam sibuk berkubang dengan status bodoh, miskin dan terbelakang. 
Efek penjajahan Belanda yang masih terasa sampai sekarang yaitu minuman bergengsi, yang dikenal dengan minuman keras (miras). Kadar kandungan alkohol bisa memabukkan peminumnya, sehingga tidak sempat berfikir untuk merdeka. Sekarang penegak miras untuk melupakan tantangan kehidupan. 
Ironis, umat Islam tanpa menegak miras sudah mabuk berhala Reformasi yaitu kekuasaan, kekayaan dan kekuatan. Terjebak asas memanfaatkan masa jabatan, bahkan kalau bisa dua kali, atau rangkap jabatan. Terkontaminasi mahzab memimpin untuk berkuasa atau berkuasa untuk memimpin. 
Karakter partai politik Islam atau yang menggunakan lambang label Islam : anggota lintas agama, platform gado-gado, visi dan misi standar, menganut pola ketokohan, sistem komando, struktur/strata organisasi bersifat formal, sumber dana dari anggota. Operasionalisasi ormas Islam mirip koperasi, khusus anggota, utamakan keluarga pengurus, ketua mendapat fasilitas. Ulama dikotakkan di tingkat nasional secara sistematis dengan peran simbolis. Umat Islam mengantongi ijazah perguruan tinggi, masuk kategori cendekiawan, duduk manis, bicara jika diminta. 
Kandungan mengurus agama termasuk di dalamnya mengurus negara sebagai organisasi besar, serba multi,  beban penduduk dan kepentingan yang heterogen. Batasan minimal politik adalah cara menyelenggarakan negara, wajib bagi umat Islam mengambil peran aktif, memilih posisi strategis atau berpolitik. Walau peran sebatas bagaikan baut kecil dalam sistem yang besar. 
Anggapan dan niat aktif di parpol Islam karena sekaligus bisa berdakwah, belum teruji. Karena dakwah tidak terikat tempat dan waktu, tidak perlu wadah formal dan sertifikasi, tidak perlu dengan metode tatap muka. 
Pengalaman pemilu legislatif 9 April 2014, umat Islam wajib melepaskan diri dari stigma uneducated people. Serta menerapkan konsep "tri ukhuwah", tiga konsep persaudaraan yang terkenal yaitu: ukhuwwah islamiyyah (persaudaraan sesama Islam), ukhuwwah wathaniyyah (persaudaraan sesama warga bangsa), dan ukhuwwah basyariyah (persaudaraan berdasar kemanusiaan). 
Kemanfaatan berpolitik secara Islami, khususnya pada invidu tersirat pada 3 kategori tingkatan : Pertama, orang yang menganiaya dirinya sendiri ialah orang yang argo kesalahannya lebih banyak daripada saldo kebaikannya. Kedua,  pertengahan ialah orang yang akumulasi kebaikannya sebanding dengan tumpukan kesalahannya. Ketiga,orang yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan ialah orang yang menerus berbuat kebaikan dan meminimalisir perbuatan salah. Pada pilpres 9 Juli nanti, itulah saatnya kita umat Islam juga bisa berpartisipasi untuk berpolitik secara Islami.[HaeN/Wasathon.com].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar