Beberepa
tempo jelang Pilpres 8 Juli 2009, saat minggu tenang versi KPU, di media massa
TV swasta, ditayangkan langsung betapa oknum Ketum PP Muhammadiyah (Prof. Dr.
DS) dengan girang bin bangga, disorot kamera dan bidik jepretan kuli tinta,
betapa tidak di samping kanannya capres nomer urut 1 (mbak Mega) duduk dengan
tertib bak anak sekolahan dan duduk di samping kirinya MJK minus Muhammad
sebagai capres nomer urut 3 alias JK.
Oknum DS menjelaskan dengan lucunya bahwa dia bukan capres nomer urut 2.
Alasan
oknum DS yang mengajak dan menghimbau warganya mendukung Mega dan JK sangat
simple. Ibunya JK anggota NA, bapaknya JK pendiri Muhammadiyah Sulsel. Bung
Karno, ayahnya Mega, anggota Muhammadiyah. Mega menimpali bahwa kakeknya juga
anggota Muhammadiyah. Dengan bahasa jelas oknum DS mengatakan pilihan capres secara
jujur, beradab dan berkualitas. Paling tidak dalam pemilihan ketua umum PP
Muhammadiyah periode mendatang kriteria jujur, beradab dan berkualitas bisa
diterapkan.
Kelucuan
yang lain, DPT dipermasalahkan, bukan bagaimana seharusnya warga negara yang
mempunyai hak pilihnya cek ke panitia, bukannya diam menunggu surat/kartu
panggilan memilih.
Paling
lucu, JK menjawab mengapa pertemuan tsb dilakukan di gedung pusat PP Muhammadiyah,
karena secara geografis dekat dari rumah JK maupun dari rumah Mega. Klop. Bak
semangat sesama bis kota dilarang saling mendahului. Seperti biasa Mega hanya
diam bin bungkam.
Walhasil,
berkat dukungan warga dan keluarga besar Muhammadiyah akhirnya Mega dan JK bisa
memperoleh suara yang cukup signifikan dalam Pilpres 8 Juli 2009. Bayangkan
kalau tak ada dukungan PP Muhammadiyah. Zaman akhir Orba atau era Bung Amien
Rais, 28 juta anggota Muhammadiyah.
Sebagai
balas jasa, pasangan Mega-Pro dengan yakin tak datang pada penetapan perolehan
hasil Pilpres oleh KPU, Sabtu 25 Juli 2009. Mungkin Mega sedang siap merenungi
Kuda Tuli, 13 tahunnya 27 Juli 1996 (hn).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar