Bangsa
Indonesia yang menghamba ke produk dan orang asing bukannya tanpa sebab, bahkan
ada riwayat sejarah yang sangat panjang. Ironis, secara politis acap didebat
bahwa biaya pendidikan mahal, namun segelintir anak bangsa dengan rasa bangga
dan merasa bermartabat jika memasukkan anaknya ke pendidikan bertaraf
internasional di dalam negeri.
Jika
orang Indonesia bekerja di manca negara akan mengalami seleksi administrasi dan
persyaratan yang ketat. Sebaliknya, terjadi hal yang kontradiktif, bangsa bule
yang di negerinya sebagai kuli pelabuhan atau tukang, datang di Indonesia
dihormati. Sebagai turis, melalui jalur tenaga ahli, atau terkhusus mendirikan
sekolah, semacam JIS.
Di
jalanan, bangsa kita dengan sadar dijajah produk asing. Bahkan barang bekas
sisa impor menjadi barang bergengsi. Limbah berbahaya pun dengan tenang parkir
di tanah air. Pemikir dan pemakar alumni dari manca negara, merasa lebih pamor
dan kesohor dibanding produk lokal. Minimal menguasai bahasa asing.
JIS
memakan korban anak didik, melalui kekerasan seksual, pemerintah melalui aparat
penegak hukum hanya mengulur waktu. Entah segan, sungkan atau ada titipan
khusus dari negara adidaya atau pasal hukum mendadak mandul, rakyat hanya bisa
berharap [HaeN].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar