Halaman

Senin, 23 Juni 2014

KETIKA PEJABAT PUBLIK KAMPANYE BERDIRI

Beranda » Berita » Opini
Senin, 24/02/2003 15:20
KOBARKAN SEMANGAT "AA GYM" : KETIKA PEJABAT PUBLIK KAMPANYE BERDIRI

Atraktif, spektakular, vulgar, erotis, seronok, eksotis, fantatis, nudis, sadis, bombastis sampai kaidah narkobais yang menjadi daya tarik imaji dan khayali makhluk berkaki dua berjalan tegak bangsa dan rakyat NKRI. Daya akal, nalar, naluri, insting dan pikir bangsa ini mudah diombang-ambingkan. Sesuatu yang baru pasti menarik, kalau tak bisa dimiliki bisa ditiru - dijiplak mentah-mentah tanpa panda bulu. Irasional terbangun sejalan dengan himpitan politik dan derita ekonomi. Irasional tersusun sejalan waktu tunggu yang semakin bias oleh kenyataan hidup. Irasional terbentuk senafas dengan berbagai praktek kehidupan yang semakin mengabaikan norma dan sanksi.

Irasional tergugah seiring dengan maraknya pembusukan dalam sistem berpemerintahan. Irasional terpupuk setinggi sulitnya mencari alternatif dan solusi kehidupan yang bebas dari jangkauan krisis. Pesan visual memang mudah dicerna, lebih dominan dibanding pesan oral maupun verbal, merangsang indra bawah sadar terutama untuk membangkitkan nafsu dan emosi.

Ketika idola dan panutan sudah menjadi barang langka, maka pemenuhan akan pegangan dan pijakan, walau sesaat, sangat didambakan. Ketika idola dan panutan justru memamerkan "menari di atas bangkai rakyat", akankah kita biarkan rakyat mencari jalan pintas untuk menemukan hakekat hidup ! Kehidupan berbangsa dan bernegara hanya diisi dan didominasi oleh kesibukan Pemilu 2004, yang lain menjadi terabaikan hidup-hidup.

PR yang semakin menumpuk semakin tenggelam. Masalah mengganjal di pelupuk mata semakin samar-samar, masalah Pemilu 2004 menyedot energi dan kalori bangsa semakin menggelora. UU Pemilu sudah bergulir, bagaimana pejabat publik berkampanye menjadi wacana politis yang siap-siap menghabiskan waktu kerja. Apa bedanya pejabat publik kampanye di masa Orde Baru dengan di era Reformasi. Kampanye sebagai proses ritual sadar politik, sebagai proses ceremonial sadar siap-siap dikibuli luar dalam.

Sang jurkam siap-siap akting, siap-siap action, akhirnya dan yang paling penting siap-siap lupa atas apa yang dijanjikan. Lupa janji sebagai hak asasi manusia. Pejabat publik yang belum menikmati 5 tahun masa baktinya tentu akan banting tulang berkampanye, akan peras keringat berkoar hasut massa, akan berpanjang lidah menggelar janji.

Rakyat bisa mengambil hikmah atas pentasnya pejabat publik dalam berkampanye. Yang semula samar-samar tahu jadi semakin tahu tentang belangnya sang pejabat. Yang semula samar-samar tabu menjadi terkuak habis-habisan perangainya. Yang semula samar-samar buta menjadi terkuras terang benderang. Lapis pertama dan lapis kedua pejabat publik kini memang sudah saatnya diperbaharui.

Kalau tidak kita akan tetap seperti sekarang, tanpa adanya upaya lepas dari krisis. Bahkan mungkin semakin parah. Kampanye berdiri bisa lebih berdaya guna dibanding posisi lainnya. Tetapi kasak-kusuk sejauh ini merupakan kampanye terselubung yang efektif. Politik uang tanpa basa-basi cukup dimengerti oleh kedua belah pihak. Bagi hasil, sistem arisan, balas jasa sebagai pakem baku dalam perpolitikan sehingga seolah kampanye hanya sebagai formalitas belaka. (hn).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar