Senin, 24/02/2003
15:20
KOBARKAN SEMANGAT
"AA GYM" : KETIKA PEJABAT PUBLIK KAMPANYE BERDIRI
Atraktif,
spektakular, vulgar, erotis, seronok, eksotis, fantatis, nudis, sadis,
bombastis sampai kaidah narkobais yang menjadi daya tarik imaji dan khayali
makhluk berkaki dua berjalan tegak bangsa dan rakyat NKRI. Daya akal, nalar,
naluri, insting dan pikir bangsa ini mudah diombang-ambingkan. Sesuatu yang
baru pasti menarik, kalau tak bisa dimiliki bisa ditiru - dijiplak
mentah-mentah tanpa panda bulu. Irasional terbangun sejalan dengan himpitan
politik dan derita ekonomi. Irasional tersusun sejalan waktu tunggu yang
semakin bias oleh kenyataan hidup. Irasional terbentuk senafas dengan berbagai
praktek kehidupan yang semakin mengabaikan norma dan sanksi.
Irasional tergugah
seiring dengan maraknya pembusukan dalam sistem berpemerintahan. Irasional
terpupuk setinggi sulitnya mencari alternatif dan solusi kehidupan yang bebas
dari jangkauan krisis. Pesan visual memang mudah dicerna, lebih dominan
dibanding pesan oral maupun verbal, merangsang indra bawah sadar terutama untuk
membangkitkan nafsu dan emosi.
Ketika idola dan
panutan sudah menjadi barang langka, maka pemenuhan akan pegangan dan pijakan,
walau sesaat, sangat didambakan. Ketika idola dan panutan justru memamerkan
"menari di atas bangkai rakyat", akankah kita biarkan rakyat mencari
jalan pintas untuk menemukan hakekat hidup ! Kehidupan berbangsa dan bernegara
hanya diisi dan didominasi oleh kesibukan Pemilu 2004, yang lain menjadi
terabaikan hidup-hidup.
PR yang semakin
menumpuk semakin tenggelam. Masalah mengganjal di pelupuk mata semakin
samar-samar, masalah Pemilu 2004 menyedot energi dan kalori bangsa semakin
menggelora. UU Pemilu sudah bergulir, bagaimana pejabat publik berkampanye
menjadi wacana politis yang siap-siap menghabiskan waktu kerja. Apa bedanya
pejabat publik kampanye di masa Orde Baru dengan di era Reformasi. Kampanye
sebagai proses ritual sadar politik, sebagai proses ceremonial sadar siap-siap
dikibuli luar dalam.
Sang jurkam siap-siap
akting, siap-siap action, akhirnya dan yang paling penting siap-siap lupa atas
apa yang dijanjikan. Lupa janji sebagai hak asasi manusia. Pejabat publik yang
belum menikmati 5 tahun masa baktinya tentu akan banting tulang berkampanye,
akan peras keringat berkoar hasut massa, akan berpanjang lidah menggelar janji.
Rakyat bisa mengambil
hikmah atas pentasnya pejabat publik dalam berkampanye. Yang semula samar-samar
tahu jadi semakin tahu tentang belangnya sang pejabat. Yang semula samar-samar
tabu menjadi terkuak habis-habisan perangainya. Yang semula samar-samar buta
menjadi terkuras terang benderang. Lapis pertama dan lapis kedua pejabat publik
kini memang sudah saatnya diperbaharui.
Kalau tidak kita akan
tetap seperti sekarang, tanpa adanya upaya lepas dari krisis. Bahkan mungkin
semakin parah. Kampanye berdiri bisa lebih berdaya guna dibanding posisi
lainnya. Tetapi kasak-kusuk sejauh ini merupakan kampanye terselubung yang
efektif. Politik uang tanpa basa-basi cukup dimengerti oleh kedua belah pihak.
Bagi hasil, sistem arisan, balas jasa sebagai pakem baku dalam perpolitikan
sehingga seolah kampanye hanya sebagai formalitas belaka. (hn).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar