Selasa, 22/10/2002
07:58
PENJAHAT BER-AL KOHOL
Sebagai bangsa besar
penduduk bersuku-suku dan penyayang sesama maka Indonesia terkenal dengan
masyarakatnya yang ramah tamah kepada bangsa kulit putih. Keramahtamahan ini
dibentuk selama 3,5 abad oleh bangsa penjajah. Kalau "Saudara Tua"
hanya seumur jagung menjajah Indonesia namun kejayaan teknologinya masih
menjajah seumur-umur bangsa ini. Asal berkulit putih maka akan mendapat tempat
terhormat di mata kita. Contoh mudah, di kantor ada TKA sebagai konsultan,
dengan modal fasih berbahasa asing akan bergaji dolar sebulan di atas gaji
setahun Korpri. Padahal di kantor para konsultan asing hanya jemur gigi, pasang
dasi, makan roti. Kondisi inilah yang menjadikan bangsa Indonesia mudah dijajah
sampai kapan pun, dengan cara apapun.
Ketika tuduhan
dilontarkan bahwa Indonesia sebagai sarang teroris, kita hanya pasif seribu
bahasa. Kita tidak pernah curiga pada turis bule. Turis bule yang merangkap
sebagai PSK akan mempunyai tarif yang tinggi. Kalau ke turis berkulit hitam ada
pengalaman bahwa mereka sebagai pengedar Narkoba.
Pintarnya negara
adidaya yang mengirim teroris berkulit putih, pasti tak akan dicurigai. Lebih
pintar lagi ternyata tak perlu turun tangan, cukup pakai tangan orang. Pinjam
tangan untuk berbagai urusan kepentingannya merupakan salah satu ciri negara
adidaya. Al Qaidah atau pun Al-Al yang lain, dijadikan sarana untuk menggoalkan
niatnya dalam menyumbat pergerakan Islam di Indonesia. Pasca perang dingin maka
sebagai negara adidaya tak mempunyai lawan sepandan. Lawan potensialnya hanya
Islam dan Indonesia dengan penduduk mayoritas Islam jelas sebagai target
teroris internasional bikinan AS.
Maka, dan semenjak
dahulu, dikirimlah penjahat bernama Al Kohol, dalam berbagai kemasan dan merk.
Jaringan peredaran Al Kohol memang resmi, didukung semua aparat dan pejabat,
terlebih jika pajaknya menjadi andalan utama PAD. Para pengguna potensial, dari
rakyat pinggir jalan sampai pejabat yang tak mau minggir, akan naik gengsinya
dan terdongkrak martabatnya jika mengkonsumsi minuman beralkohol.
Tak perlu disample
bahwa berbagai bentuk tindak kejahatan, kekerasan maupun tindak kriminalitas
lainnya merupakan produk Al Kohol. Kadar Al Kohol rendah menghasilkan kejahatan
tingkat lokal, jalanan dan bersifat kambuhan. Pada kadar memabukkan akan
menyibukkan bapak Polisi, norma agama pun dilangkahi, tatanan bermasyarakat
akan hancur hari demi hari. Penjahat ber-Al Kohol bisa dicari di warung-warung
sampai di tempat acara resmi. Model oplosan atau asli kiriman luar negeri bukan
soal. Dimulai dari mencoba seteguk sampai akhirnya mabuk. Semula mencoba
akhirnya ketagihan tidak ketulungan. Dari sisi lainnya, sebagai perimbangan,
ternyata banyak orang mabuk bukan karena minuman beralkohol.
Paling runyam kalau
yang mabuk adalah para penguasa, penyelenggara negara atau siapa pun yang
mempunyai kekuatan. Penjahat ber-Al Kohol sungguh mempunyai efek samping dan
dampak berganda. Menjalar dan merambah ke sela-sela kesempatan. Ke dalam
menghancurkan peradaban bangsa dan keluar memusnahkan nilai-nilai kemanusiaan
masyarakat. Kesatuan dan persatuan ummat beragama di Indonesialah yang hanya
bisa mencegah tangkal penjahat ber-Al Kohol sebagai perpanjangan tangan negara
super teroris AS.
AS membayar sangat
mahal atas status sebagai negara adidaya. Berapa dolar yang harus dianggarkan
untuk melindungi keamanan para mantan presiden, berapa dolar yang harus
dikucurkan untuk merehabilitasi diri sebagai negara rasialis; serta berapa
dolar yang harus didonasikan untuk menunjang negara zionis. Jangan heran jika
AS berani "berkorban" untuk segala kepentingan, bahkan seperti yang
terbukti presiden JFKpun dikorbankan demi perdamaian abadi. Jika kita mudah,
masih dan selalu terkontaminasi oleh penjahat ber-Al Kohol maka bom-bom mudah
meledak, di manapun dan kapanpun, serta sudah jelas oleh siapanya.
Pilihan utama untuk
menghindari kecurigaan, sebagai pemancing opini dunia internasional, maka bom
diledakkan di kawasan beralkohol atau di pusat-pusat peredarannya. Pilihan atau
alternatif sesungguhnya adalah kawasan yang anti / bebas alkohol tetapi dengan
risiko tertinggi. Masih ada kemungkinan lain. Kita tak perlu waspada, cukup
jaga-jaga dan siaga. Apalagi di Indonesia penjahat ber-Al Kohol banyak saudara
dan kroninya. (hn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar