Halaman

Senin, 30 Juni 2014

PENJAHAT BER-AL KOHOL

Beranda » Berita » Opini
Selasa, 22/10/2002 07:58
PENJAHAT BER-AL KOHOL

Sebagai bangsa besar penduduk bersuku-suku dan penyayang sesama maka Indonesia terkenal dengan masyarakatnya yang ramah tamah kepada bangsa kulit putih. Keramahtamahan ini dibentuk selama 3,5 abad oleh bangsa penjajah. Kalau "Saudara Tua" hanya seumur jagung menjajah Indonesia namun kejayaan teknologinya masih menjajah seumur-umur bangsa ini. Asal berkulit putih maka akan mendapat tempat terhormat di mata kita. Contoh mudah, di kantor ada TKA sebagai konsultan, dengan modal fasih berbahasa asing akan bergaji dolar sebulan di atas gaji setahun Korpri. Padahal di kantor para konsultan asing hanya jemur gigi, pasang dasi, makan roti. Kondisi inilah yang menjadikan bangsa Indonesia mudah dijajah sampai kapan pun, dengan cara apapun.

Ketika tuduhan dilontarkan bahwa Indonesia sebagai sarang teroris, kita hanya pasif seribu bahasa. Kita tidak pernah curiga pada turis bule. Turis bule yang merangkap sebagai PSK akan mempunyai tarif yang tinggi. Kalau ke turis berkulit hitam ada pengalaman bahwa mereka sebagai pengedar Narkoba.

Pintarnya negara adidaya yang mengirim teroris berkulit putih, pasti tak akan dicurigai. Lebih pintar lagi ternyata tak perlu turun tangan, cukup pakai tangan orang. Pinjam tangan untuk berbagai urusan kepentingannya merupakan salah satu ciri negara adidaya. Al Qaidah atau pun Al-Al yang lain, dijadikan sarana untuk menggoalkan niatnya dalam menyumbat pergerakan Islam di Indonesia. Pasca perang dingin maka sebagai negara adidaya tak mempunyai lawan sepandan. Lawan potensialnya hanya Islam dan Indonesia dengan penduduk mayoritas Islam jelas sebagai target teroris internasional bikinan AS.

Maka, dan semenjak dahulu, dikirimlah penjahat bernama Al Kohol, dalam berbagai kemasan dan merk. Jaringan peredaran Al Kohol memang resmi, didukung semua aparat dan pejabat, terlebih jika pajaknya menjadi andalan utama PAD. Para pengguna potensial, dari rakyat pinggir jalan sampai pejabat yang tak mau minggir, akan naik gengsinya dan terdongkrak martabatnya jika mengkonsumsi minuman beralkohol.

Tak perlu disample bahwa berbagai bentuk tindak kejahatan, kekerasan maupun tindak kriminalitas lainnya merupakan produk Al Kohol. Kadar Al Kohol rendah menghasilkan kejahatan tingkat lokal, jalanan dan bersifat kambuhan. Pada kadar memabukkan akan menyibukkan bapak Polisi, norma agama pun dilangkahi, tatanan bermasyarakat akan hancur hari demi hari. Penjahat ber-Al Kohol bisa dicari di warung-warung sampai di tempat acara resmi. Model oplosan atau asli kiriman luar negeri bukan soal. Dimulai dari mencoba seteguk sampai akhirnya mabuk. Semula mencoba akhirnya ketagihan tidak ketulungan. Dari sisi lainnya, sebagai perimbangan, ternyata banyak orang mabuk bukan karena minuman beralkohol.

Paling runyam kalau yang mabuk adalah para penguasa, penyelenggara negara atau siapa pun yang mempunyai kekuatan. Penjahat ber-Al Kohol sungguh mempunyai efek samping dan dampak berganda. Menjalar dan merambah ke sela-sela kesempatan. Ke dalam menghancurkan peradaban bangsa dan keluar memusnahkan nilai-nilai kemanusiaan masyarakat. Kesatuan dan persatuan ummat beragama di Indonesialah yang hanya bisa mencegah tangkal penjahat ber-Al Kohol sebagai perpanjangan tangan negara super teroris AS.

AS membayar sangat mahal atas status sebagai negara adidaya. Berapa dolar yang harus dianggarkan untuk melindungi keamanan para mantan presiden, berapa dolar yang harus dikucurkan untuk merehabilitasi diri sebagai negara rasialis; serta berapa dolar yang harus didonasikan untuk menunjang negara zionis. Jangan heran jika AS berani "berkorban" untuk segala kepentingan, bahkan seperti yang terbukti presiden JFKpun dikorbankan demi perdamaian abadi. Jika kita mudah, masih dan selalu terkontaminasi oleh penjahat ber-Al Kohol maka bom-bom mudah meledak, di manapun dan kapanpun, serta sudah jelas oleh siapanya.

Pilihan utama untuk menghindari kecurigaan, sebagai pemancing opini dunia internasional, maka bom diledakkan di kawasan beralkohol atau di pusat-pusat peredarannya. Pilihan atau alternatif sesungguhnya adalah kawasan yang anti / bebas alkohol tetapi dengan risiko tertinggi. Masih ada kemungkinan lain. Kita tak perlu waspada, cukup jaga-jaga dan siaga. Apalagi di Indonesia penjahat ber-Al Kohol banyak saudara dan kroninya. (hn)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar