Halaman

Rabu, 04 Juni 2014

Media Penyiaran Televisi Menyebarluaskan Kampanye Hitam

Intervensi dan rangsangan terhadap daya kerja otak melalui pendengaran dan penglihatan paling ampuh dan teruji sepanjang zaman. Pemilik industri media masa, khususnya media penyiaran televisi (TV), yakin benar akan dogma tersebut. Acara, atraksi maupun adegan dikemas secara komersial. Dialog, diskusi maupun debat disajikan secara atraktif.

Muatan edukasi, reliji mendapat porsi ala kadarnya. Sebagai pembuktian diri peduli pada kepetingan rakyat.

Selain dogma di atas, asas bahwa hal yang baik dan benar yang tidak kabar, diikuti dengan seksama. Jelang pilpres 9 Juli 2014, pemberitaan apa dan siapa pasangan capres/cawapres bersifat tendensius, tepatnya memakai format kampanye hitam. Paket kampanye hitam oleh pembawa acara dibumbui agar tampak cerdas dan mencerdaskan.

Penonton/pendengar tahu adanya kampanye hitam hanya liwat media penyiaran TV. Sambil kerja, sambil makan, sambil istirahat bisa menikmati siaran TV. Di kios rokok yang luasnya minimalis, terpampang TV. Di gardu jaga, nongkrong sambil menonoton TV. Di mana rakyat berkumpul, TV sebagai pusat perhatian.

Ironisnya, Republika juga menyajikan kampanye hitam secara tertulis, dengan ragam yang seolah santun, halus dan diedit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar