Halaman

Minggu, 29 Juni 2014

REKONSTRUKSI TAHUN 2003 : KONSPIRASI DAN PEMURTADAN POLITIS

Beranda » Berita » Opini
Kamis, 02/01/2003 06:38
REKONSTRUKSI TAHUN 2003 : 
KONSPIRASI DAN PEMURTADAN POLITIS


WACANA
Memang, pada daerah yang gersang secara idiologis akan jadi sasaran politis pihak-pihak yang akan mengail di air keruh. Dimulai dengan pembagian KTP yang isian “Pekerjaan” dan “Agama” telah disiapkan secara sistematis dan berencana. Keanggotaan suatu partai politik (parpol) pun telah disiapkan, baik dalam tataran sebagai simpatisan maupun sebagai kader militan. Tak heran jika penduduk, minimal yang masuk kategori calon pemilih pemula, bisa memiliki berbagai kartu anggota atau KTP. Bagi keluarga pramiskin, dimanapun domisilinya, tak akan luput dari incaran pihak khusus dengan dalih peningkatan kesejahteraan. Ingat, kekufuran akan berarak satu per satu menuju ke kekafiran. Konspirasi pihak khusus tadi, sudah jadi rahasia umum, bergerak dalam skala internasional. Mereka tak mempunyai parpol tersendiri, anggotanya tersebar kesebagian besar parpol yang ada. Target group mereka adalah perorangan yang dimulai dari klas teri sampai klas tuna. Serangan mereka secara historis bisa dengan bentuk kekerasan fisik, kudeta, revolusi, sampai dengan bentuk upaya pencampuran ideologi oleh para konspirator untuk merusak akidah kita, telah banyak diujicobakan. Bahkan terus bergulir hingga nanti.

MODUS OPERANDI
Strategi baru mereka, si pihak khusus, adalah melalui jalan perang peradaban dan pemikiran (ghazwul fikri). Penjajahan berwajah baru ini tak kalah licik dan licinnya dengan penjajah konvensional. Missi mereka, meski tidak menjadi prioritas utama - seperti halnya masa lalu - sering berjalan seiring dengan semangat penjajahan (kolonialisme), minimal dalam bentuk penjajahan tidak kentara. Di satu sisi mereka memakai kiat bahwa sasarannya tidak perlu “ganti baju”, yang penting asal bisa menjalankan ajaran dan misi mereka. Cara ini bak “musang berbulu domba”, kita sering tak sadar dengan omongan merdu mereka. Mereka mempunyai dukungan dana kuat yang mampu memfasilitasi kehidupan duniawi kita. Urusan akhirat tak jadi soal, ikhwal amal-mengamal sudah dipetieskan, mereka menjanjikan kita bisa ke Surga langsung tanpa hisab bersama Bapak yang telah menanti. Sisi satunya, mereka akan mati-matian agar kita “ganti baju” seutuhnya melalui proses permandian agar bersih sekujur tubuh. Cara ini, bahkan setan pun heran karena merasa tak pernah membisiki, melebihi cara komunis yang menghalalkan segala cara. Perangkap mereka adalah dengan kiat “di kandang kambing mengembik”, “di kandang kuda meringkik” atau “di kandang harimau mengaum” – umpannya kalau tidak intimidasi ya iming-iming duniawi. Celakanya, di NKRI yang masuk kategori mayoritas landasan religius dan akhidahnya akan jadi sasaran dan korban konspirasi missi pihak khusus di atas. Mereka menyelusup tanpa kita ketahui – melalui organisasi tanpa bentuk – tahu-tahu sudah di depan mata. Tahu-tahu salah satu anggota keluarga kita telah terkontaminasi.

ANTISIPASI DINI
Walau kita mayoritas secara landasan religius dan akidah, tetap harus waspada. Kendati kita mengantongi dan menggenggam kekuatan yang dinamis dan serasi dengan situasi zaman sehingga mampu memberikan solusi alternatif terhadap beragam persoalan. Juga, karena Allah swt telah menjamin dan akan menjaga akidah kita dengan cara melahirkan kader dakwah yang tangguh. Karenanya, seberat apapun serangan yang ditujukan kepada keakidahan kita, kita tidak akan pernah mengalami kekosongan mujadid. Pemurtadan politis sejalan dengan kelicikan penjajahan ideologis bangsa beradab yang merasa menjujung tinggi HAM. Bahkan, mereka biasa mengirim pelajar dengan akidah yang sudah mapan ke negara-negara kaki tangan super power untuk belajar. Kelak setelah lulus, kebanyakan mahasiswa ini tumbuh menjadi orang jahil dan usil pada akidahnya. Pelajar atau mahasiswa ini membangga-banggakan budaya Barat dan menghilangkan ajaran keakidahannya. Atau pihak khusus tadi juga secara sengaja mengirim beasiswa kepada anak-anak keluarga pramiskin yang jelas keakidahannya untuk melanjutkan pelajaran mereka di negara super maju atau di lembaga pendidikan mereka. Dengan begitu anak-anak itu bakal berpola pikir konspiratif dan mendukung missi pihak khusus tadi.

KILAS BALIK
Belajar dari sejarah, simak itikad Belanda saat menghancurkan Aceh. Penjajah Belanda saat itu mengirimkan seorang bernama Snouck Hourgronje. Snoucklah peletak dasar strategi menghancurkan Islam oleh Belanda. Snouck secara sengaja belajar Islam bahkan sampai mengaku masuk Islam. Ia belajar ke Makkah Al-Mukarramah selama enam tahun dengan memakai nama samaran Abdul Ghaffar. Walau sikap kepura-puraan Snouck akhirnya terbongkar, tapi pola penjajahan dengan cara ghazwul fikri seperti itu terus berkembang hingga kini. Artinya, gerakan kolonial dan konspirasi missinya dikemas dalam paket keilmuan. Dengan demikian tidaklah terlalu penting kontrol militer untuk menjajah. Sebab, dengan devide et empera, kekuatan terjajah akan lemah dan saling bermusuhan sendiri. Ini bisa kita deteksi pada parpol dengan landasan akidah yang sama – sadar tak sadar – menjadi korban Perang Saling Libas.

PROSPEK Wajah baru PEMURTADAN POLITIS melalui penjajahan industri seni dan budaya. Si produsen dan pemasok budaya memaksakan kehendak dengan sejuta jenis alasan. Kalau perlu ancaman embargo bila kita tidak mau menelan budaya mereka. Klimaksnya kita sudah bisa merakit berbagai bentuk ragam seni dan budaya yang bahan bakunya dari negara mereka. Toh di sini, tenaga kerja murah dan hukum masih bisa diperjualbelikan. Dengan dalih globalisasi, yang tersaji tiap hari di depan hidung kita merupakan realisasi semboyan 3 F (food, fashion, and fun), merupakan ladang aman pihak khusus dalam melaksanakan proses pemurtadan politis. Berdaulat secara hukum, mandiri di bidang ekonomi dan berkepribadian dalam berkebidayaan semangkin jauh dan menjauhi kita (tahun 2002). Konyolnya, sebagian dari kita menerima gaya hidup aliran pemurtadan politis, karena merindukan julukan sebagai insan yang moderat, akomodatif, modernis, toleran, dan demokrat. Yang menolaknya disebut ummat radikal, fundamentalis atau akidah literal. Lihat saja proses menguak tragedi Bom Bali 12 Oktober 2002 sebagai teori awal - bukan bukti awal saja - pemurtadan politis di bidang keamanan. Akhirnya, generasi narkoba (justru datangnya dari keluarga bukan pramiskin dan bukan dari daerah terbelakang) bukan sebagai momok tetapi telah didaulat sebagai gaya hidup. Terlebih dengan contoh dan dukungan kaum selebritis ( lho! Apa hubungannya politik dengan selebriti?). (hn)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar