Kamis, 02/01/2003 06:38
REKONSTRUKSI TAHUN 2003 :
KONSPIRASI DAN PEMURTADAN
POLITIS
WACANA
Memang, pada daerah
yang gersang secara idiologis akan jadi sasaran politis pihak-pihak yang akan
mengail di air keruh. Dimulai dengan pembagian KTP yang isian “Pekerjaan” dan
“Agama” telah disiapkan secara sistematis dan berencana. Keanggotaan suatu partai
politik (parpol) pun telah disiapkan, baik dalam tataran sebagai simpatisan
maupun sebagai kader militan. Tak heran jika penduduk, minimal yang masuk
kategori calon pemilih pemula, bisa memiliki berbagai kartu anggota atau KTP.
Bagi keluarga pramiskin, dimanapun domisilinya, tak akan luput dari incaran
pihak khusus dengan dalih peningkatan kesejahteraan. Ingat, kekufuran akan
berarak satu per satu menuju ke kekafiran. Konspirasi pihak khusus tadi, sudah
jadi rahasia umum, bergerak dalam skala internasional. Mereka tak mempunyai
parpol tersendiri, anggotanya tersebar kesebagian besar parpol yang ada. Target
group mereka adalah perorangan yang dimulai dari klas teri sampai klas tuna.
Serangan mereka secara historis bisa dengan bentuk kekerasan fisik, kudeta,
revolusi, sampai dengan bentuk upaya pencampuran ideologi oleh para konspirator
untuk merusak akidah kita, telah banyak diujicobakan. Bahkan terus bergulir
hingga nanti.
MODUS OPERANDI
Strategi baru mereka,
si pihak khusus, adalah melalui jalan perang peradaban dan pemikiran (ghazwul
fikri). Penjajahan berwajah baru ini tak kalah licik dan licinnya dengan
penjajah konvensional. Missi mereka, meski tidak menjadi prioritas utama -
seperti halnya masa lalu - sering berjalan seiring dengan semangat penjajahan
(kolonialisme), minimal dalam bentuk penjajahan tidak kentara. Di satu sisi
mereka memakai kiat bahwa sasarannya tidak perlu “ganti baju”, yang penting
asal bisa menjalankan ajaran dan misi mereka. Cara ini bak “musang berbulu
domba”, kita sering tak sadar dengan omongan merdu mereka. Mereka mempunyai
dukungan dana kuat yang mampu memfasilitasi kehidupan duniawi kita. Urusan
akhirat tak jadi soal, ikhwal amal-mengamal sudah dipetieskan, mereka
menjanjikan kita bisa ke Surga langsung tanpa hisab bersama Bapak yang telah
menanti. Sisi satunya, mereka akan mati-matian agar kita “ganti baju” seutuhnya
melalui proses permandian agar bersih sekujur tubuh. Cara ini, bahkan setan pun
heran karena merasa tak pernah membisiki, melebihi cara komunis yang
menghalalkan segala cara. Perangkap mereka adalah dengan kiat “di kandang
kambing mengembik”, “di kandang kuda meringkik” atau “di kandang harimau
mengaum” – umpannya kalau tidak intimidasi ya iming-iming duniawi. Celakanya,
di NKRI yang masuk kategori mayoritas landasan religius dan akhidahnya akan
jadi sasaran dan korban konspirasi missi pihak khusus di atas. Mereka
menyelusup tanpa kita ketahui – melalui organisasi tanpa bentuk – tahu-tahu
sudah di depan mata. Tahu-tahu salah satu anggota keluarga kita telah
terkontaminasi.
ANTISIPASI DINI
Walau kita mayoritas
secara landasan religius dan akidah, tetap harus waspada. Kendati kita
mengantongi dan menggenggam kekuatan yang dinamis dan serasi dengan situasi
zaman sehingga mampu memberikan solusi alternatif terhadap beragam persoalan.
Juga, karena Allah swt telah menjamin dan akan menjaga akidah kita dengan cara
melahirkan kader dakwah yang tangguh. Karenanya, seberat apapun serangan yang
ditujukan kepada keakidahan kita, kita tidak akan pernah mengalami kekosongan
mujadid. Pemurtadan politis sejalan dengan kelicikan penjajahan ideologis
bangsa beradab yang merasa menjujung tinggi HAM. Bahkan, mereka biasa mengirim
pelajar dengan akidah yang sudah mapan ke negara-negara kaki tangan super power
untuk belajar. Kelak setelah lulus, kebanyakan mahasiswa ini tumbuh menjadi
orang jahil dan usil pada akidahnya. Pelajar atau mahasiswa ini
membangga-banggakan budaya Barat dan menghilangkan ajaran keakidahannya. Atau
pihak khusus tadi juga secara sengaja mengirim beasiswa kepada anak-anak
keluarga pramiskin yang jelas keakidahannya untuk melanjutkan pelajaran mereka
di negara super maju atau di lembaga pendidikan mereka. Dengan begitu anak-anak
itu bakal berpola pikir konspiratif dan mendukung missi pihak khusus tadi.
KILAS BALIK
Belajar dari sejarah,
simak itikad Belanda saat menghancurkan Aceh. Penjajah Belanda saat itu
mengirimkan seorang bernama Snouck Hourgronje. Snoucklah peletak dasar strategi
menghancurkan Islam oleh Belanda. Snouck secara sengaja belajar Islam bahkan
sampai mengaku masuk Islam. Ia belajar ke Makkah Al-Mukarramah selama enam
tahun dengan memakai nama samaran Abdul Ghaffar. Walau sikap kepura-puraan
Snouck akhirnya terbongkar, tapi pola penjajahan dengan cara ghazwul fikri
seperti itu terus berkembang hingga kini. Artinya, gerakan kolonial dan
konspirasi missinya dikemas dalam paket keilmuan. Dengan demikian tidaklah
terlalu penting kontrol militer untuk menjajah. Sebab, dengan devide et empera,
kekuatan terjajah akan lemah dan saling bermusuhan sendiri. Ini bisa kita
deteksi pada parpol dengan landasan akidah yang sama – sadar tak sadar –
menjadi korban Perang Saling Libas.
PROSPEK Wajah baru
PEMURTADAN POLITIS melalui penjajahan industri seni dan budaya. Si produsen dan
pemasok budaya memaksakan kehendak dengan sejuta jenis alasan. Kalau perlu
ancaman embargo bila kita tidak mau menelan budaya mereka. Klimaksnya kita
sudah bisa merakit berbagai bentuk ragam seni dan budaya yang bahan bakunya
dari negara mereka. Toh di sini, tenaga kerja murah dan hukum masih bisa
diperjualbelikan. Dengan dalih globalisasi, yang tersaji tiap hari di depan
hidung kita merupakan realisasi semboyan 3 F (food, fashion, and fun),
merupakan ladang aman pihak khusus dalam melaksanakan proses pemurtadan
politis. Berdaulat secara hukum, mandiri di bidang ekonomi dan berkepribadian
dalam berkebidayaan semangkin jauh dan menjauhi kita (tahun 2002). Konyolnya,
sebagian dari kita menerima gaya hidup aliran pemurtadan politis, karena
merindukan julukan sebagai insan yang moderat, akomodatif, modernis, toleran,
dan demokrat. Yang menolaknya disebut ummat radikal, fundamentalis atau akidah
literal. Lihat saja proses menguak tragedi Bom Bali 12 Oktober 2002 sebagai
teori awal - bukan bukti awal saja - pemurtadan politis di bidang keamanan.
Akhirnya, generasi narkoba (justru datangnya dari keluarga bukan pramiskin dan
bukan dari daerah terbelakang) bukan sebagai momok tetapi telah didaulat
sebagai gaya hidup. Terlebih dengan contoh dan dukungan kaum selebritis ( lho!
Apa hubungannya politik dengan selebriti?). (hn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar