Halaman

Jumat, 06 Juni 2014

Gaya Hidup, Gaul Dan Gengsi PNS Dalam Format Reformasi Birokrasi.

Berlebih-lebihan
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan, yang melebihi batas, berlaku kikir maupun boros (karena pemboros adalah saudaranya setan [QS Al Israa’ (17) : 27]), tersurat dalam Al-Qur’an, dalam hal : mengelola kebun buah [QS Al An’aam (6) : 141]; memakai perhiasan, berpakaian, makan dan minum [QS Al A’raaf (7) : 31]; tindakan dalam berbagai urusan [QS Ali ‘Imran (3) : 147]; zakat dari sebagian harta [QS At Taubah (9) : 103]; menangani (harta) anak yatim [QS Al Nisaa’ (4) : 6]; membantu keluarga dekat, orang miskin dan orang dalam perjalanan [QS Al Israa’ (17) : 26]; mencintai harta benda [QS Al Fajr (89) : 20]; Fir’aun berbuat sewenang-wenang di muka bumi [QS Yunus (10) : 83].

Ikhwal terkait dengan gaya hidup, gaul dan gengsi PNS, kita bisa simak terjemahan [QS Al Furqaan (25) : 67] :
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.”

Pada kuadran tertentu, membelanjakan harta akan bertimbal balik dengan cara mendapatkan harta. Kondisi keimanan kita menjadi rawan, rentan dan riskan dengan bisikan setan. Sengaja atau tidak kita membukakan pintu untuk menyelinapnya setan.

Kondisi Aktual
Kualitas dan produktivitas SDM aparatur saat ini tidak cukup memadai untuk menjalankan tugas dan fungsi Kementerian PU, sedangkan kuantitas SDM aparatur telah melampaui kebutuhan nyata, di mana saat ini jumlah pegawai telah mencapai 20.000 pegawai, sementara pada tahun 2005 berjumlah 5.000 pegawai (Renstra Kemen PU 2010-2014).
Statemen di atas atau seungkap kecemasan dalam buku Renstra Kemen PU, tentunya diimbangi dengan berbagai ikhtiar. PNS sebagai komponen utama birokrasi, kinerja dan daya abdinya bisa didongkrak melalui ritual pendidikan dan pelatihan, disekolahkan ke jenjang strata berikutnya. Kewajiban individu setiap PNS untuk meningkatkan kemampuan diri dan kompetensi agar bisa berakselerasi dengan putaran mesin birokrasi Kemen PU.

Perlu kita renungkan kembali, ada dosa bawaan Orde Baru yang melekat di PNS, baik karena masuk kotak tunggal Korpri atau menjadi bagian integral dari Golongan Karya. Masa lampau ini tidak mempengaruhi bayang-bayang masa depan PNS Kemen PU.

Di era Reformasi, kran demokrasi mengucur deras. Kebebasan sipil yang ditandai dengan kebebasan untuk menyatakan pendapat dan untuk berorganisasi tak terbendung.

Kebebasan menyatakan pendapat, kebijakan Pemerintah menjadi bulan-bulanan berbagai pihak, bahkan media massa lebih merasa bisa untuk berbuat banyak untuk bangsa, negara dan masyarakat. Jalanan menjadi parlemen, menjadi mimbar bebas.

Kebebasan berorganisasi, ratusan partai politik (parpol) muncul bak jamur di musim hujan. Puluhan yang berhak ikut Pemilu. Rakyat bisa menilai bahwa tidak ada dampak moral maupun ikatan moral dari bantuan keuangan dari APBN/APBD untuk parpol, bahkan terjadi senjata makan tuan. Wabah multipartai berdampak pada daya saing dan persaingan antar PNS.

Tantangan Kehidupan
Indonesian Corruption Watch (ICW) menyebut ada empat aktor  pelaku korupsi anggaran negara di tahun 2012. Mereka adalah politisi (legislatif), birokrat (eksekutif), pengusaha, dan staf khusus kementerian/DPR.

Seperti penyakit birokrasi lainnya, korupsi menjadi bom waktu bagi kinerja birokrasi. Modus operandi korupsi di lingkungan birokrasi cukup sistematis, masif dan terstruktur sehingga tidak bisa tertangkap tangan, baik secara sendiri maupun secara bersama dengan pihak luar (rekanan).

Kalau dihitung mundur, pelaku tipikor bukan karena tuna finansial, bukan karena tuntutan dapur maupun memenuhi panggilan perut. Tidak bisa disangkal, salah satu tipologi korupsi birokrasi adalah karena kebutuhan (corruption by needed), korupsi yang dilakukan PNS karena terdesak kebutuhan yang juga meningkat. Gaji PNS jika tidak kelola dengan cermat dan cerdas, jelas tidak akan mengimbangi biaya beban kebutuhan hidup, ujung-ujungnya akan memasuki ranah coba-coba korupsi. Kenaikan gaji sesuai deret hitung sedangkan meningkatnya kebutuhan hidup sesuai deret ukur.

Ironisnya, kultur dan habitus korupsi birokrasi di Indonesia terbukti gagal diatasi dengan proyek Reformasi Birokrasi (RB). Salah satu elemen RB, yaitu program remunerasi gaji PNS, tidak menyurutkan niat dan praktek korupsi, justru memperparahnya, karena PNS yang bergaji tinggi tingkat korupsinya akan meningkat pesat.

Hidup Sederhana
Hidup sederhana dimulai dari meminimalisasi anggaran untuk kebutuhan pangan, untuk urusan perut kita mengacu salah satu Sunnah Rasul:
Dari Miqdam bin Ma'di Karb, dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : Tidaklah anak cucu Adam mengisi wadah/bejana yang lebih buruk dari perutnya, sebenarnya beberapa suap saja sudah cukup meneguhkan tulang rusuknya. Kalaupun dia harus mengisinya, maka sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk bernafas.” (HR Al Tirmidzi, Ibn Majah, dan Muslim)

Jangan berlebih-lebihan belanja makan atau minuman karena akan mendatangkan kerugian dan akhirnya akan menghadapi kerugian kalau pengeluaran lebih besar dari pendapatan.

Hadits tadi menunjukkan kepada kita untuk sedikit dan sederhana dalam urusan makan, karena banyak makan dapat menyebabkan lemah fisik dan merusak kesehatan. Ini terbukti dengan kemunculan berbagai macam penyakit, yang kesemuanya bersumber dari pola makan yang berlebihan. Hidup konsumtif ibarat mengutamakan kehidupan dunia, kita simak :
Dari Abi Umamah Iyas bin Tsa‘labah Al-Anshari RA, ia berkata, “Pada suatu hari beberapa orang sahabat Rasulullah SAW memperbincangkan hal-hal keduniaan. Lalu Rasulullah SAW berkata, ‘Apakah kalian tidak mendengar? Apakah kalian tidak mendengar? Sesungguhnya kesederhanaan itu bagian dari iman, se­sungguhnya kesederhanaan itu bagian dari iman’.” (Riwayat Abu Dawud)

PNS mendapat anggaran makan siang, harus cerdas mengelola waktu dan kebugaran. Mematuhi jam kerja, memang PNS harus bangun sebelum fajar berkibar, memenuhi panggilan Allah untuk menegakkan sholat Subuh di awal waktu. Ternyata, ada hikmahnya, yaitu :
Dari Ubaidillah bin Mihshan Al-An­shari Al-Khathmi RA, ia berkata, “Rasul­ullah SAW bersabda, ‘Siapa saja di antara kalian yang di waktu pagi aman rumah tangganya, sehat jasmaninya, mempu­nyai kecukupan makanan untuk hari itu, seolah-olah ia telah mendapatkan keba­hagiaan dunia dengan semua kesempurnaannya’.” (Riwayat At-Tirmidzi)

Rasulullah SAW juga telah menegaskan dalam sabdanya, yang artinya: "Makanlah, bersedekahlah, dan pakailah dalam keadaan tanpa menghamburkan uang dan kesombongan".

Hidup bermewah-mewah meskipun dengan barang yang sifatnya mubah, dapat berpotensi menyeret manusia kepada pemborosan. Ini juga dapat menunjukkan manusia tersebut tidak memberikan apresiasi yang semestinya terhadap harta yang merupakan nikmat Allah, sehingga ia masuk dalam perilaku menyia-nyiakan harta.

PNS tidak perlu risau, hidup di Wilayah Bebas Korupsi, ingat terjemahan [QS Asy Syuura (42) : 27] :
“Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar