Halaman

Jumat, 09 Januari 2015

teror Rp vs teror kata

teror Rp vs teror kata
Sabtu, 05/03/2011 15:33


teror Rp vs teror kata

Di era Reformasi dekade ke 2, banyak kejadian terjadi di luar nalar manusia. Semua kejadian sebagai akibat ulah manusia, dan sebagai puncaknya adalah karena tingkah polah manusia politik lokal dan nasional. Mulai kejadian yang bernuansa alam sampai konflik antar manusia. Semua konflik diramu dan dikemas dalam pemberitaan media masa secara atraktif dengan tujuan menaikkan peringkat acara dan stasiun TV. Bahkan antar stasiun TV berlomba siaran langsung di TKP, wawancara eksklusif dengan pelaku lapangan yang tertangkap tangan, tanpa lupa membubuhkan bumbu berita. Petinggi parpol bersaing dalam memperebutkan kursi eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Sistem pencalonan mewajibkan melalui mekanisme dan proses dukungan dan usungan parpol. Mulai dari tingkat kabupaten/kota sampai RI-1. Parpol menjadi kendaraan ke puncak dan sekaligus menjadikan politik sebagai panglima (tak beda jauh dengan zaman Orde Lama, khususnya ketika Partai Komunis Indonesia masih berkibar resmi). Berhala Reformasi berbentuk 3K (Kaya, Kuasa, Kuat). Jangan era ada pihak Kaya bisa membeli hukum, yang melahirkan jargon Mafia Hukum, Mafia Pajak. Siapa yang kantongnya tebal : bisa tebal muka, mampu kebal hukum, dapat bebal nurani, dan ahli sebal kata.

Di akar rumput, parpolis modal atribut kaos merasa kuat di masa, di jalanan mereka bisa bertindak anarkis. Modal otot dan dengkul mereka mampu unjuk rasa dan unjuk raga. Demi nasi bungkus dan sebungkus rokok mereka dengan yakin mampu melawan huk um, karena sedang praktek hukum rimba. Dengan suara lantang menyuarakan kehendak aktor intelektual, sambil perang batin, karena masih berjiwa manusia yang mengedepankan nurani. Cercaan, makian, umpatan, hardikan dalam bentuk yel-yel yang mereka teriakan dengan penuh rasa heroik dan patriotisme seolah tanpa tanding.

Tekanan industri politik Nusantara sudah sampai titik nadir, merambah ke semua sendi kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Bahkan olahraga yang jarang berjaya, semisal sepak bola dipolitisir karena Rp. Indkes pembangunan manusia NKRI semangkin terpuruk karena criteria kematangan dan kedewasaan dalam berpolitik. Parpol merupakan fungsi dari kutu loncat, politik praktis, dagang sapi, politik bunglon, parpol khusus pemilu dan pilpres, politisi kambuhan, dsb. 2009-2014 merupakan puncak kebrutalan kawanan parpolis. 2014 sebagai momentum penting dalam alih generasi [HaeN].


Tidak ada komentar:

Posting Komentar