teror Rp vs teror kata
Sabtu, 05/03/2011
15:33
teror Rp vs teror kata
Di era Reformasi dekade ke 2, banyak kejadian terjadi
di luar nalar manusia. Semua kejadian sebagai akibat ulah manusia, dan sebagai
puncaknya adalah karena tingkah polah manusia politik lokal dan nasional. Mulai
kejadian yang bernuansa alam sampai konflik antar manusia. Semua konflik diramu
dan dikemas dalam pemberitaan media masa secara atraktif dengan tujuan
menaikkan peringkat acara dan stasiun TV. Bahkan antar stasiun TV berlomba
siaran langsung di TKP, wawancara eksklusif dengan pelaku lapangan yang
tertangkap tangan, tanpa lupa membubuhkan bumbu berita. Petinggi parpol
bersaing dalam memperebutkan kursi eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Sistem pencalonan mewajibkan melalui mekanisme dan
proses dukungan dan usungan parpol. Mulai dari tingkat kabupaten/kota sampai
RI-1. Parpol menjadi kendaraan ke puncak dan sekaligus menjadikan politik
sebagai panglima (tak beda jauh dengan zaman Orde Lama, khususnya ketika Partai
Komunis Indonesia masih berkibar resmi). Berhala Reformasi berbentuk 3K (Kaya,
Kuasa, Kuat). Jangan era ada pihak Kaya bisa membeli hukum, yang melahirkan
jargon Mafia Hukum, Mafia Pajak. Siapa yang kantongnya tebal : bisa tebal muka,
mampu kebal hukum, dapat bebal nurani, dan ahli sebal kata.
Di akar rumput, parpolis modal atribut kaos merasa
kuat di masa, di jalanan mereka bisa bertindak anarkis. Modal otot dan dengkul
mereka mampu unjuk rasa dan unjuk raga. Demi nasi bungkus dan sebungkus rokok
mereka dengan yakin mampu melawan huk um, karena sedang praktek hukum rimba.
Dengan suara lantang menyuarakan kehendak aktor intelektual, sambil perang
batin, karena masih berjiwa manusia yang mengedepankan nurani. Cercaan, makian,
umpatan, hardikan dalam bentuk yel-yel yang mereka teriakan dengan penuh rasa
heroik dan patriotisme seolah tanpa tanding.
Tekanan industri politik Nusantara sudah sampai titik
nadir, merambah ke semua sendi kehidupan berbangsa, bernegara dan
bermasyarakat. Bahkan olahraga yang jarang berjaya, semisal sepak bola
dipolitisir karena Rp. Indkes pembangunan manusia NKRI semangkin terpuruk
karena criteria kematangan dan kedewasaan dalam berpolitik. Parpol merupakan
fungsi dari kutu loncat, politik praktis, dagang sapi, politik bunglon, parpol
khusus pemilu dan pilpres, politisi kambuhan, dsb. 2009-2014 merupakan puncak
kebrutalan kawanan parpolis. 2014 sebagai momentum penting dalam alih generasi
[HaeN].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar