Senin, 30/09/2002 14:08
KAMI RAKYAT SUDAH . .
. . .
Melalui kawah
Candradimuka bernama Orde Baru (Orba) akhirnya keluarlah rakyat yang kebal dan
tahan banting. Kebal terhadap tekanan politik, intimidasi keamanan,
pengkebirian asipirasi dan hati nurasi sampai pengagamaan aliran kepercayaan.
Tahan banting terhadap tatanan politik yang susah membedakan mana lawan mana
musuh, terhadap tatanan ekonomi yang memakmurkan si kaya dan mengadili si
miskin, terhadap tatanan sosial yang melahirkan strata multi kultur, terhadap
tatanan hukum yang memraktekkan hukum rimba. Sisi lain, lahirlah masyarakat
yang kebal hukum dan muncullah pejabat yang tahan banting terhadap aspirasi
masyarakat. Sisa-sisa pejabat Orba yang masih melenggang dan bercokol di era
reformasi ini, masih menunjukkan kekebalannya dan daya tahan bantingnya.
Memang sejak Super
Semar sampai lengser keprabonnya Soeharto cukup mewarnai suatu generasi. Atau
yang paling payah justru melahirkan finalis-finalis yang sangat berkepentingan
untuk dirinya dan golongannya. Pasalnya sangat sederhana, kalau di zaman Orba
hanya kebagian peran sebagai copet pasar atau maling jemuran maka sekarang
memasang badan jadi perampok, entah perampok berkursi ataupun perampok berdasi,
yang penting konstitusional. Munculnya ratusan partai politik hanya merupakan
puncak gunung es. Masalah yang terpendam harus kita waspadai, siap-siap meledak
dan menghancurkan bangsa ini. Eksesnya sudah kita rasakan dengan tertelannya
peradaban bangsa oleh sebaran Narkoba dan beredarnya pornografi.
Tuduhan Amerika
Serikat (AS) yang memojokkan negara Indonesia, dengan berbagai rekayasa tuduhan
dan hasuktan, harus kita buktikan bahwa kita bangsa yang beragama dan beradab.
Lucunya, barisan oknum yang kebakaran jenggot atas ulah AS adalah mereka yang
notabene adalah para petualang di segala bidang, minimal mereka yang sedang
naik daun cari muka. Rakyat yang sudah sedemikan kebal dan tahan banting
terhadap tekanan yang dilakukan secara sistematis, akurat dan terkendali oleh
para penguasa Orba (mulai dari Lurah/Kepala Desa sampai Kepala Negara),
akhirnya mempunyai kesempatan untuk melihat siapa saja negarawan, politikus
atau perakus yang yang sekedar nampang atau jual tampang ala kadarnya.
Sampai Pemilu 2004
sudah banyak catatan sejarah yang membuktikan atau mengidikasikannya. Pasca
Pemilu 2004 merupakan transisi untuk menyeleksi siapa pemimpin nasional
sejatinya, bukan kader tiban atau karbitan. Kasus terdamparnya TKI di Nunukan
membuktikan mana ada Parpol, LSM atau siapa saja yang tergerak hatinya untuk
memberikan bantuan yang konkrit. Kalau kritik atau saran tinggal ambil di
jalanan. Akhir kata, intinya bahwa bangsa dan negara adalah fungsi rakyat.
Rakyat sudah jenuh dengan Bharata Yudha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar