Halaman

Rabu, 14 Januari 2015

Rekening Gendut (Polri), Wajar Dan Wajib Di Industri Politik

Rekening Gendut (Polri), Wajar Dan Wajib Di Industri Politik
oleh : Herwin Nur

Bahasa Politik
Halaman 4, NASIONAL, DINAMIKA, Republika, Rabu, 14 Januari 2015, yang khusus menyajikan berita yang berbau, beraroma maupun bernuansa politik, jika dibaca oleh orang awam (yang justru melek politik), semakin membuktikan bahwa industri politik Nusantara masih berkutat sekitar bagi-bagi kekuasaan.

Berita yang berskala nasional, dimulai dari partai politik yang lahir di zaman Orde Baru.”Konflik PPP Selesai Akhir Tahun”, demikian judul berita. Isi dan inti berita, terdapat kubu Djan Faridz dan Muhammad Romahurmuziy (Romy). Romy memperkirakan paling lambat akhir 2015 kepastian kepengurusan sudah jelas.

Berita gambar menujukkan Ketua Umum Partai Golkar (PG), Aburizal Bakrie, memberikan arahan kepada anggota DPR dari Fraksi Golkar terkait APBN-P 2015.  Judul berita terkait  PG, adalah “Ical Bantu Jokowi Soal RAPBN-P 2015”.  Dikisahkan, Ical menemui presiden Joko Widodo di kompleks Istana Presiden, Jakarta, pada Selasa (13/1) sore. Ical mengklaim memberi masukan tentang pembahasan RAPBN-P 2015 kepada Presiden. Sempalan PG, tak kalah nyaringnya berberita. Tampilan judul “Jatah Nasdem Jadi Rebutan”. Ironis berita, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) merasa berhak mendapat posisi pimpinan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) yang tidak diambil Fraksi Nasdem. Sampai saat ini F-PPP belum mendapat posisi pimpinan apa pun di parlemen.

ProKontra
Halaman 8 yang menampung PROKONTRA, PDIP kecipratan berita, yang mengekspose kadar keahlian, tingkat kepakaran dan potensi profesional anggotanya. Disebutkan “Trimedya PDIP Panjaitan, Ketua Bidang Hukum DPP, Penetapan Tersangka Juga tak Beretika”. Cuplikan pertama tanya jawab, patut kita simak :

Bagaimana PDI Perjuangan melihat penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK.

Jawab dan penjelasan Trimedya Panjaitan : Tentu kami kaget. Kami tidak menyangka. Selama ini, kami memang mendengar soal ada kasus rekening gendut. Tapi, kan kami tidak mendengar bahwa kasus rekening gendut sedang diselidiki KPK.

Bahasa Rakyat
Di industri politik, kewajiban rakyat adalah menggunakan hak pilihnya saat pesta demokrasi digelar lima tahun sekali. Di tingkat nasional yaitu Pemilu dan Pilpres. Tingkat provinsi maupun kabupaten/kota yaitu Pilkada.

Rakyat sebagai obyek politik. Nasibnya diperhatikan selama kampanye. Ada pemeo, nasib bangsa lima tahun ke depan, ditentukan hak pemilih selama 5 menit di TPS.

Kembali ke pokok artikel, rakyat membaca kalimat ‘Tapi, kan kami tidak mendengar bahwa kasus rekening gendut sedang diselidiki KPK.’, akan mengundang polemik politik.  Walau kita sadar dan mahfum, bahwa petugas partai,  memang harus begitu. Terlebih sampai bisa jadi pengurus pusat tentu ada rekam jejak yang sudah ketahuan hitam putihnya, secara politis.

Satu pertanyaan dari pembaca Republika, rekening gendut masuk ranah hukum. Bukan ranah politik. Jika KPK menyelidiki rekening gendut apakah wajib memberi tahu ke parpol pemenang tunggal Pemilu 2014 yaitu PDIP. Apakah KPK wajib minta izin khusus dari (Ketua Umum) PDIP. Terlebih, apakah KPK wajib mohon doa restu ke (Ketua Umum) PDIP.
I
Balas jasa, balas budi atau apa pun bentuk, wujud, dan tanda terima kasih dari pemenang tunggal Pilpres 2014, seolah tak akan berakhir diperiode 2014-2019. Kalau bisa, bisa-bisa NKRI dikapling-kapling untuk Tim Sukses dan pertugas parpol. dari Koalisi Indonesia Hebat. Minimal, komentar atau jawaban jujur Trimedya PDIP Panjaitan, Ketua Bidang Hukum DPP, membutktikan bahwa rekening gendut, sebagai hal yang wajar dan wajib di industri politik [HaeN]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar