Rabu, 03/12/2008 01:49
USAHA PEMERINTAH vs PERINTAH PENGUSAHA utawa PEMERINTAH PENGUSAHA
Kendati bangsa ini
diruwat, mulai dari tingkat pejabat sampai sosok rakyat melarat, agaknya
berbagai petilan Bharata Yudha mulai dari tingkat lokal sampai nasional tak
akan surut. Dalih ajang pesta demokrasi lima tahunan, merupakan konflik
potensial. Siapa melawan siapa, karena beda idiologi. Antar generasi bisa
saling rebutan kursi. Yang tua karena tak pernah dewasa, tak mau disaingi
apalagi disalip oleh generasi penerus. Enak duduk tentu lupa berdiri, takut
diserobot penumpang lain.
Walhasil, tabungan nasional
untuk generasi mendatang, sudah diambil uang muka atau bahkan modalnya oleh
generasi sekarang, generasi tua. Generasi penerus tinggal menikmati sisa,
ampas, bahkan sederetan hutang plus bunganya utawa tinggal kebagian cuci
piring.
Ada pejabat yang
menandaskan walau fenomena golput 2009 dan sengketa pilkada tak akan memecah
persatuan NKRI. Ujar ini ada benarnya, tetapi kalau ditelusuri, diselidiki
siapa aktor di balik batu sudah ketahuan mana emas asli mana emas imitasi.
Modus operandinya dengan menguasai media massa. Dengan menguasai media massa
dijamin akan menguasai masyarakat, seolah dunia dalam genggaman.
Ada berapa banyak hal
yang seharusnya bersifat pribadi menjadi rahasia umum. Bayangkan, orang mancing
hanya dapat ikan setelapak, setelah diproses melalui pemberitaan yang atraktif
seolah ybs menangkap ikan sedada. Sebaliknya, ada yang seharusnya diketahui
khalayak agar dapat belajar banyak malah dipetieskan. Adat bilang tabu, tata
krama sebagai wong Timur bilang tak sopan, tak layak karena keinginan pemirsa,
kehendak penonton malah menjadi tayangan dan hiburan favorit. Dukungan sponsor,
acara untuk orang dewasa bisa dikemas, ditata menjadi acara untuk semua umur
dan mendongkrak peringkat.
Atau pengusaha ikan
teri, tauge, telur cecak, dengan omzet serta mampu merambah ke kecamatan akan
jadi pengusaha bukan klas teri. Pengusaha sukses dan sejenisnya pada gilirannya
akan mendominasi dan memonopoli perekonomian bangsa. Harga pasar bisa aman dan
terkendali dibawah otoritas pengusaha maupun peusaha alias manusia yang
berusaha. Ingat, Belanda pertama kali menapak di NKRI sebagai pedagang! VOC
Atau karena kebal hukum.
Mereka yang sedang
kuasa atau mengemban hukum malah memperjualbelikan pasal hukum. Hukum menjadi
ladang rupiah. Hukum buatan manusia malah menjebak utawa bisa menjadi bumerang
makan tuan. Jangan salahkan kalau semisal usah mencari Polisi yang ramah warga,
atau semacam angkatan lainnya.
Atau karena punya
kekayaan apa pun bisa dibeli atau ditukar dan ditakar dengan Rp. Bahkan nyawa
nyaris tak ada harganya. Salah tembak, salah tangkap, salah prosedur
administrasi atau bentrok antar kepentingan bisa merenggut nyawa dengan percuma
bin sia-sia.
Atau karena pemicu
dan pemacu konflik termasuk kategori teroris, dengan bom rakitan atau upaya makar
bisa mengarah ke kerugian Negara di mata apa kata dunia.
Atau karena
beriringan dengan sejarah NKRI upaya menyempalkan diri atau gerakan separatis
menjadi konflik horizontal tanpa akhir ceritera. Bukannya pernah menjadi proyek
perang, kalau tidak bagaimana militer dapat bintang jasa.
Atau kita jangan
lupa, Betara Kalla dengan ekses ruwatan memang ada dalam babad Jawa. Jangan
pula lupa kalau Dasamuka bisa hadir di antara kita. Dalam bentuk yang lebih
sederhan, yaitu bermuka dua, alias Dwimuka.
Atau memang jelang
pilpres banyak orang turun gunung, banyak wajah bermuka baru muncul dari dalam
tanah, banyak tokoh yang semula kabur kanginan merasa layak hinggap di istana,
banyak orang mengira dengan pengalaman mendirikan partai politik berarti layak
mengelola Negara, banyak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar