Senin, 28/02/2005 10:54
POPULARITAS
Memandang tingkah
laku kawanan politikus, politisi sipil, aktor intelektual penggerak massa
sampai pergerakan pemikiran yang mengatasnamakan rakyat jelata atau mengamati
dunia maya yang berbasis partai politik jelas kalau ingin? tak perlu memakai
kacamata moral. Tetapi perlu belajar sejarah. Dari sejarah kita bisa melihat
bahwa justru mereka yang kontra revolusi1945 (zaman Orla) dan anti Pancasila
(zaman Orba) malah namanya bisa dikenang oleh sejarah. Ada perbedaan mendasar,
yang nyaris kontradiktif, antara populer di masa Orla dan masa Orba. Begitu
juga di era Reformasi, sangat ironis, justru mereka yang berhasil melaksanakan
KKN dengan gemilang dan kebal dari sentuhan dan jamahan hukum akan menjadi
populer.
Kegiatan yang bersentuhan
dengan dunia hitam utawa kriminalitas akan mendongkrak popularitas. Jadi, bagi
pelaku politik jika telah melaksanakan kewajibannya secara benar dan baik
sebagai hal yang lumrah, memang lumrah di dunia kerja. Di dunia artis, berita
miring akan mempopulerkan namanya. Berita selingkuh bin cerai menjadi menu
utama. Soal prestasi profesi ya sebatas berita tadi. Kebanyakan lebih senang
pupuler. Dalam Kamus Dukun Indonesia (KDI) pupuler artinya pupu diler (bahasa
Jawa) artinya ........... Banyak pahlawan tanpa tanda jasa yang seumur-umur
tidak pernah populer, kalau tidak dilagukan ‘Umar Bakri’?. Memangnya jadi
pejabat negera harus populer. RI-1 mempunyai spesifikasi dan karakteristik
kepopulerannya. (hn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar