MENAKAR DAN MENAKSIR
HARGA SEBUAH WAKIL RAKYAT
Selasa, 30/01/2007 11:37
MENAKAR DAN MENAKSIR
HARGA SEBUAH WAKIL RAKYAT
Kalau timbangan yang
dipakai adakah timbangan hati nurai, tentunya tak akan keluar angka rupiahnya.
Mana ada kerja yang gratis, kecuali kerja paksa di zaman pendudukan Jepang, pra
kemerdekaan NKRI. Buang air kecil pun harus bayar, kecuali di bawah pohon rindang
(DPR). Pernah terjadi bahwasanya menjadi wakil rakyat adalah matapencarian.
Perkara harus melalui penggodokan sebuah partai politik itu merupakan
perhitungan untung rugi.
Hidup adalah
pergulatan angka, pergumulan antara angka ganjil / genap dengan angka nol.
Angka nol menjadi berarti kalau diletakkan dibelakang, sebagai deretan setelah
angka satuan. Pesawat terbang komersial mengalami gangguan teknis di udara,
gagal mendarat, mendarat sebelum waktunya di tempat yang tak diketahui oleh
radar maupun indera keenam paranormal lokal. Sibuk mencari sang pilot. Apalagi
pilot pesawat tempur, nilainya melebihi perajurit umpan peluru. Analog, nilai
jual seorang wakil rakyat jauh di atas rata-rata rakyat yang diwakili. Kalau
perlu asuransinya seumur hidup.
Ada tarif untuk
menjadi wakil rakyat, hanya parpol ybs yang tahu. Tenggang waktu, bunga
berjalan, modal tanpa jaminan / agunan, bebas uang pangkal, tak terbukti salah
sendiri, kesalahan di kantong tetangga, dan sederet istilah ilmu ekonomi
menjiwai AD dan ART sebuah parpol prematur. Industri politik di NKRI belum
sebegitu membutuhkan investor mancanegara. Keamanan wisata sudah cukup kondusif.
Rasa aman untuk mengkonsumsi unggas tergantung kemampuan ekonomi, artinya
utamakan kesehatan.
Rasa percaya diri
kawanan plitisi dalam negeri dipengaruhi fakta adanya kekebalan hukum. Bagi ibu
hamil muda tak baik mempunyai cita-cita jadi politisi. Apalagi mengkonsumsi
berita-berita politik dalam negeri. Politisi yang lahir dari bentukan dan
masukan aroma Orde Baru terasa dampaknya sekarang ini. Kemalasan, kebodohan,
kemiskinan dianggap sebagai peninggalan penjajah 3,5 abad. Trauma 3,2 dasawarsa
di bawah kepemimpinan Bapak Pembangunan HM Soeharto meninggalkan jejak politik.
Akhirnya, daya juang
para wakil rakyat membutuhkan 4 sehat 5 sempurna. Memerlukan dorongan dan
dukungan moral, moril, material rakyat, baik yang sudah punya hak pilih maupun
belum. Berapa pun harganya, tentu tak bisa dihargai dengan rupiah. Kalau pun
bisa, ya sebegitu itu kadar wakli rakyat kita. Kita kembangkan pola cash and
carry, atau apapun bahasanya, dengan cara kontrak. (hn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar