Halaman

Sabtu, 10 Januari 2015

MENAKAR DAN MENAKSIR HARGA SEBUAH WAKIL RAKYAT

MENAKAR DAN MENAKSIR HARGA SEBUAH WAKIL RAKYAT
Beranda » Berita » Opini
Selasa, 30/01/2007 11:37

MENAKAR DAN MENAKSIR HARGA SEBUAH WAKIL RAKYAT

Kalau timbangan yang dipakai adakah timbangan hati nurai, tentunya tak akan keluar angka rupiahnya. Mana ada kerja yang gratis, kecuali kerja paksa di zaman pendudukan Jepang, pra kemerdekaan NKRI. Buang air kecil pun harus bayar, kecuali di bawah pohon rindang (DPR). Pernah terjadi bahwasanya menjadi wakil rakyat adalah matapencarian. Perkara harus melalui penggodokan sebuah partai politik itu merupakan perhitungan untung rugi.

Hidup adalah pergulatan angka, pergumulan antara angka ganjil / genap dengan angka nol. Angka nol menjadi berarti kalau diletakkan dibelakang, sebagai deretan setelah angka satuan. Pesawat terbang komersial mengalami gangguan teknis di udara, gagal mendarat, mendarat sebelum waktunya di tempat yang tak diketahui oleh radar maupun indera keenam paranormal lokal. Sibuk mencari sang pilot. Apalagi pilot pesawat tempur, nilainya melebihi perajurit umpan peluru. Analog, nilai jual seorang wakil rakyat jauh di atas rata-rata rakyat yang diwakili. Kalau perlu asuransinya seumur hidup.

Ada tarif untuk menjadi wakil rakyat, hanya parpol ybs yang tahu. Tenggang waktu, bunga berjalan, modal tanpa jaminan / agunan, bebas uang pangkal, tak terbukti salah sendiri, kesalahan di kantong tetangga, dan sederet istilah ilmu ekonomi menjiwai AD dan ART sebuah parpol prematur. Industri politik di NKRI belum sebegitu membutuhkan investor mancanegara. Keamanan wisata sudah cukup kondusif. Rasa aman untuk mengkonsumsi unggas tergantung kemampuan ekonomi, artinya utamakan kesehatan.

Rasa percaya diri kawanan plitisi dalam negeri dipengaruhi fakta adanya kekebalan hukum. Bagi ibu hamil muda tak baik mempunyai cita-cita jadi politisi. Apalagi mengkonsumsi berita-berita politik dalam negeri. Politisi yang lahir dari bentukan dan masukan aroma Orde Baru terasa dampaknya sekarang ini. Kemalasan, kebodohan, kemiskinan dianggap sebagai peninggalan penjajah 3,5 abad. Trauma 3,2 dasawarsa di bawah kepemimpinan Bapak Pembangunan HM Soeharto meninggalkan jejak politik.

Akhirnya, daya juang para wakil rakyat membutuhkan 4 sehat 5 sempurna. Memerlukan dorongan dan dukungan moral, moril, material rakyat, baik yang sudah punya hak pilih maupun belum. Berapa pun harganya, tentu tak bisa dihargai dengan rupiah. Kalau pun bisa, ya sebegitu itu kadar wakli rakyat kita. Kita kembangkan pola cash and carry, atau apapun bahasanya, dengan cara kontrak. (hn)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar