kalau tidak salah, manusia memang tempat salah
Makanya, secara universal diberlakukan HAM (hak asasi manusia), berlaku
global untuk semua negara anggota PBB. Bagaimana posisi “salah” menurut UU
13/1999 tentang Hak Asasi Manusia. Simak
sejenak pada:
Pasal 18
(1)
Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka
melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai
dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan
segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
Harap maklum, ragam bahasa hukum. Satu alinéa, satu paragraf bisa hanya terdiri
atasi dan atau terjadi dari satu kalimat,
Sekali baca, sekali cerna secara utuh, komplit,,jangan potongan. Jauh dari multitafsir.
Beda dengan bahasa dan kamus penguasa. Padat kalimat, hemat kata. Namun sanksinya
jangan main-main, janganj coba-coba iseng. Dimulai dari hal kecil, semacam salah ucap, keliru pilih kata ujaran, asal
cuap tidak melihat lawan
bicara. Gebuk di tempat. Hemat biaya penegakan hukum.
Saatnya rakyat angkat bambu runcing, jangan sekedar main mural di dinding,
pagar, tembok milik negara, aksi protes secara simbolik. Malah dianggap tidak
bermoral. Nyali diri cuma sebegitu. Kawan kaalisi saja kalau mbalélo
dilibas tuntas. Rakyat jangan coba-coba main gugat.
Maka diharapkan media massa arus utama yang mencari makan di NKRI, wajib
menggunakan ragam bahasa penguasa. Jika terjadi kebingungan dalam
menerapkan hukum DM atau MD, buka kamus dan hukum politik. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar