krisis
cadangan devisa penguasa vs krisis ambang batas sabar pribumi
Pelajaran sejarah di bangku sekolah
ternyata bisa menentukan karakter generasi pemilik masa depan bangsa. Penjajah bangsa
Belanda dengan sistematis memutus mata rantai sejarah asal-muasal bangsa
Indonesia.
Ahli sejarah negara adidaya dengan
cerdas mengatakan, bahwa tidak ada fakta masuknya agama Islam ke Nusantara
dengan cara perang saling libas.
Salah satu Wali dari Wali Songo yang
pribumi, mampu menandingi ilmu dan kesaktian penguasa tanah Jawa yang bermarkas
di gunung Tidar, Jawa Tengah. Gunung Tidar jika ditarika garis ke barat dan ke timur,
maka posisinya ada di tengah pulau Jawa. Pusatnya pulau Jawa.
Penguasa pulau Jawa berkompromi
dengan Sunan Kalijaga. Islam masuk ke relung hati, lubuk jiwa masyarakat Jawa
saat itu dengan tanpa menggusur habis, menggeser tanpa sisa kepercayaan yang
sudah turun temurun.
Tak heran, penguasa periode
2014-2019 sudah jamak, lazim dan budaya politiknya untuk memanupulasi,
merekayasa maupun memutarbalikkan fakta sejarah. Tentunya bukan tanpa maksud,
tujuan dan sasaran kondisi yang diharapkan. Bahkan agar tampak wibawa negara,
maka skenario, konspirasi dengan tenaga luar negeri, diprioritaskan.
Jurus cakar naga merah menjadi
andalan penguasa. Loyalis semakin menunjukkan jati dirinya sebagai perpanjangan
tangan negara sponsor kudeta, makar PKI di rahun 1948 dan tahun 1965. Betul kawan,
anak cucu ideologi komunis tak ada matinya, tak akan kapok, jera dan pantang
surut.
Kelompok sipil bersenjata karena
melaksanakan misi penebus dosa dengan menebas demokrasi dari dalam, hanya
dianggap kelompok aliran kriminal kambuhan. Jelas penguasa kalah pamor dengan
kelompok berlatar belakang ahli pemurtadan. Hebatnya lagi murtad ideologi malah
menjadi cara naik strata.
Justru kalau tidak bisa
mempraktiikan ideologi asing yang bulat-bulat non-Pancasila merasa tak bisa
melaju ke periode berikutnya. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar