Halaman

Jumat, 03 November 2017

ironi bangsa besar, lupa sejarah vs bangga sejarah



ironi bangsa besar, lupa sejarah vs bangga sejarah

Kalau mau dan beritkad menulusuri akar permasalahan dinasti politik atau sebuatn lainnya, sistem keluarga, pemerintah bayangan, makar konstitusional maka akan mengarah pada karakter, dan daya adab anak bangsa, putera-puteri asli daerah.

Betapa anak cucu ideologis, tidak hanya hak milik PKI saja, tetapi sampai ke sebuah parpol spesialis pesta demokrasi. modal nama besar kakek-nenek moyangnya sebagai pejuang bangsa. Minimal pejuang politik, manusia politik yang sukses karir duniawi.

Oknum pelanjut atau pewaris 3TA (takhTA, harTA, jeliTA yang disederhanakan liwat sang reformis menjadi Berhala Reformasi 3K (kuasa, kaya, kuat), urat malu sudah putus. Diganti dengan urat berani malu, ditambah urat berani malu-maluin.

Zaman Orde Baru, yang menjadi musuh rakyat adalah kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan. Pemerintah tetap berupaya mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

Pasca reformasi yang bergulir mulai dari puncaknya, 21 Mei 1998, saat presiden kedua RI lengser keprabon, maka proses masyarakat adil dan makmur bertambah dengan sejahtera.

Periode 2014-2014 variasi kesenjangan, ketimpangan membuahkan masyarakat berpenghasilan menengah ke atas. Puncak kesenjangan terjadi pada reklamasi teluk atau pantai utara Jakarta.

Kecerdasan ideologi ditandai dengan cerdas sejarah. Katakana, ada generasi penerus yang alergi, antipasti dengan kata pribumi. Ini bukti keterbelakangan mental. Namun kuat daya patuh, loyal, taat, setia. Khususnya kepada piihak non-pribumi. Pemihak ini menyusun barisan, berdiri paling depan membela kepala negara. Pejah gesang entah nderek siapa. Lambaian surga dunia lebih memikat ketimbang bela negara.

Main politik dengan manusia ekonomi atau mbahnya manusia ekonomi yang berasal dari negara paling bersahabat, menjadikan serbatega merajut sejarah. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar