Perubahan
vs Berkemajuan
Ekonomi Indonesia maju!
“Sopir angkot tak merasakan.
Penumpang berkurang karena gojek. Utamakan setoran. Sisanya dibawa pulang”,
ujar sopir angkot C05. Saya duduk di samping pak sopir yang perutnya nyaris
menyentuh stir.
“Kosong!”, teriaknya jika berpapasan
dengan sesama angkot.
“Nggak usah nunggu, ayo” sambil
tangannya memberi isyarat agar maju saat menyalip angkot yang ngetem.
Liwat SMA masih di Jaksel,
berbatasan deng kota Tangsel, sopir gojek mangkal. Bikin geleng kepala sopir
angkot yang saya tumpangi.
“Katanya negara hukum, koq masih ada
koruptor”. Banyak ujaran yang keluar dari mulutnya. Saya menjadi pendengar yang
setia. Bilangnya, Indonesia butuh pahlawan bertopeng. Tugasnya “dooor” itu si
koruptor, tak perlu pengadilan. Itu densus antikorupsi hanya untuk menutupi
belang diri.
“Alhamdulillah . . .”, sukanya saat
jelang kampus STAN ada beberapa mahasiswi menyetop. Mukanya tampak hepi, lucu,
pas dengan postur tubuhnya.
“Doeloe, keluar masuk penjara baru
jadi pejabat. Sekarang setelah jadi pejabat, baru masuk penjara”. Ada beberapa
uneg-uneg.
Menarik ketika dia bilang kapan kita
berubah. Harus dari atas, katanya. Kalau mulai dari dia, percuma. Jika semua
sopir angkot mau berubah, bekerja menjadi apa. Tetap dengan angkot, penumpang
semakin menyusut. Bertahan, jelang musim hujan bisa bertambah runyam kehidupan.
Kalau masih seperti ini, ganti
presiden tak ada pengaruhnya. Partai yang ada cuma loyal kepada penguasa. Gak
mau majuin bangsa.
Di Saudi, dia bilang pernah kerja di
sana, pejabat tak dikawal atau minta didahulukan di jalan. Merasakan macet
bersama rakyat. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar