bonus
tahun politik 2018, rakyat bela negara vs pejabat jual negara
Tepuk tangan yang meriah buat
prestasi pemerintah Jokowi plus/minus JK, yang mana dimana hanya 3 tahun
pertama secara gemilang telah mencetak 74,3 juta kader bela negara. Jumlah
kader bela negara terus naik dari 71,2 juta pada tahun 2016 dan 67,1 juta pada
tahun 2015. (sumber : Kompas.com - 20/10/2017, 09:33 WIB). Berkat kerja keras Kementerian
Pertahanan.
Kita simak berita :
KRIMINALITAS.COM,
Jakarta BERITA, POLKAM Oct 12, 2015 21:47– Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu
mencanangkan seluruh warga negara Indonesia wajib ikut bela negara. Program
bela negara ini dicetuskannya karena prihatin dengan rasa nasionalisme
masyarakat Indonesia, utamanya generasi muda.
“Maka
dari itu, tahun 2015 ini Kemhan membentuk 4.500 kader pembina bela negara di 45
kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Bela negara ini akan membentuk
disiplin pribadi, disiplin kelompok dan disiplin nasional,” ujar Ryamizard di
Ruang Bhinneka Tunggal Ika Kementerian Pertahanan , Jalan Medan Merdeka Barat,
Jakarta Pusat, Senin (12/10).
Menhan
melanjutkan, nantinya program ini wajib diikuti oleh seluruh lapisan
masyarakat, mulai tukang ojek sampai rektor universitas. Selain itu tidak ada
batasan umur dalam program ini, yang menyesuaikan hanya porsi latihannya.
“Kalau
tak suka bela negara di sini, tidak cinta tanah air, ya angkat kaki saja dari
sini. Kita bangkit dan hancur harus bersama. Dan akan ada kurikulum untuk bela
negara, mulai TK hingga perguruan tinggi,” tuturnya.
Kendati
begitu dia menegaskan bela negara dan wajib militer adalah hal yang berbeda.
Program ini merupakan murni dari Kementerian Pertahanan.
Pembentukan
kader bela negara ini akan dibuka serentak pada tanggal 19 Oktober 2015 di
sejumlah kabupaten dan kota di Indonesia.
“Nanti
bapak Presiden direncanakan akan membuka pembentukan kader ini,” pungkasnya. (Nicky
Aditya)
- - - - - - -
Secara awam, Kementerian Pertahanan,
yang tentunya lepas tapi tidak steril dari kepentingan politik, bisa “membaca”
peta situasi tanah air.
Apakah dalam membaca gerakan
separatis, mendeteksi modus anti-Pancasila, mewaspadai gerilya politik, mengamati
sepak terjang korporasi manusia ekonomi, mempraperkirakan langkah catur politik
penguasa, sudah punya pakem, kita kembalikan kepada Allah swt.
Di periode 2014-2019, sistem
pertahanan dan keamanan, mau tak mau terkontaminasi warna politik. Sehingga apa
yag terjadi, sudah menjadi rahasia umum.
Apakah hanya demi menjaga wibawa
negara, maka sistem pertahanan dan keamanan, melakukan upaya menghitung mundur.
Dengan formalitas, legitimasi yang dipunyai telah “menetapkan” calon potensial
musuh negara. Bagaimana rumusan “musuh negara” hanya yang membuatnya yang tahu.
Nyatanya, kebijakan pemerintah untuk
menghadapai dinamika kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat
sepertinya sekedar menjalankan skenario konspirasi non-Indonesia. Rangkaian kejadian
peristiwa sudah semakin terbukti.
Kementerian Pertahanan dengan memperkuat
basis bela negara, yang notabene di akar rumput, tak ayal ini sebagai strategi
membangun kepekaan, kepedulian dan daya tanggap. Belajar dari 21 Mei 1998.
Sebagai negara hukum, memang
terbukti tindak ucap kebencian yang terbukti di kasus penistaan agama oleh
penguasa, pejabat, dampak, efeknya nyata.
Belajar dari gonjang-ganjing politik
selama reformasi yang bergulir dari puncaknya, maka peta geopolitik nasional
sudah bisa diantisipasi. Sejarah memang sepertinya akan berulang pada kasus
yang tidak beda jauh.
Apakah sudah terindikasi akan adanya
makar konstitusional, sesuai dengan modus politik selama ini. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar