Halaman

Sabtu, 04 November 2017

bonus tahun politik 2018, rakyat bela negara vs pejabat jual negara



bonus tahun politik 2018, rakyat bela negara vs pejabat jual negara

Tepuk tangan yang meriah buat prestasi pemerintah Jokowi plus/minus JK, yang mana dimana hanya 3 tahun pertama secara gemilang telah mencetak 74,3 juta kader bela negara. Jumlah kader bela negara terus naik dari 71,2 juta pada tahun 2016 dan 67,1 juta pada tahun 2015. (sumber : Kompas.com - 20/10/2017, 09:33 WIB). Berkat kerja keras Kementerian Pertahanan.

Kita simak berita :
KRIMINALITAS.COM, Jakarta BERITA, POLKAM Oct 12, 2015 21:47– Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mencanangkan seluruh warga negara Indonesia wajib ikut bela negara. Program bela negara ini dicetuskannya karena prihatin dengan rasa nasionalisme masyarakat Indonesia, utamanya generasi muda.

“Maka dari itu, tahun 2015 ini Kemhan membentuk 4.500 kader pembina bela negara di 45 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Bela negara ini akan membentuk disiplin pribadi, disiplin kelompok dan disiplin nasional,” ujar Ryamizard di Ruang Bhinneka Tunggal Ika Kementerian Pertahanan , Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (12/10).

Menhan melanjutkan, nantinya program ini wajib diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat, mulai tukang ojek sampai rektor universitas. Selain itu tidak ada batasan umur dalam program ini, yang menyesuaikan hanya porsi latihannya.

“Kalau tak suka bela negara di sini, tidak cinta tanah air, ya angkat kaki saja dari sini. Kita bangkit dan hancur harus bersama. Dan akan ada kurikulum untuk bela negara, mulai TK hingga perguruan tinggi,” tuturnya.

Kendati begitu dia menegaskan bela negara dan wajib militer adalah hal yang berbeda. Program ini merupakan murni dari Kementerian Pertahanan.

Pembentukan kader bela negara ini akan dibuka serentak pada tanggal 19 Oktober 2015 di sejumlah kabupaten dan kota di Indonesia.

“Nanti bapak Presiden direncanakan akan membuka pembentukan kader ini,” pungkasnya. (Nicky Aditya)
- - - - - - -
Secara awam, Kementerian Pertahanan, yang tentunya lepas tapi tidak steril dari kepentingan politik, bisa “membaca” peta situasi tanah air.

Apakah dalam membaca gerakan separatis, mendeteksi modus anti-Pancasila, mewaspadai gerilya politik, mengamati sepak terjang korporasi manusia ekonomi, mempraperkirakan langkah catur politik penguasa, sudah punya pakem, kita kembalikan kepada Allah swt.

Di periode 2014-2019, sistem pertahanan dan keamanan, mau tak mau terkontaminasi warna politik. Sehingga apa yag terjadi, sudah menjadi rahasia umum.

Apakah hanya demi menjaga wibawa negara, maka sistem pertahanan dan keamanan, melakukan upaya menghitung mundur. Dengan formalitas, legitimasi yang dipunyai telah “menetapkan” calon potensial musuh negara. Bagaimana rumusan “musuh negara” hanya yang membuatnya yang tahu.

Nyatanya, kebijakan pemerintah untuk menghadapai dinamika kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat sepertinya sekedar menjalankan skenario konspirasi non-Indonesia. Rangkaian kejadian peristiwa sudah semakin terbukti.

Kementerian Pertahanan dengan memperkuat basis bela negara, yang notabene di akar rumput, tak ayal ini sebagai strategi membangun kepekaan, kepedulian dan daya tanggap. Belajar dari 21 Mei 1998.

Sebagai negara hukum, memang terbukti tindak ucap kebencian yang terbukti di kasus penistaan agama oleh penguasa, pejabat, dampak, efeknya nyata.

Belajar dari gonjang-ganjing politik selama reformasi yang bergulir dari puncaknya, maka peta geopolitik nasional sudah bisa diantisipasi. Sejarah memang sepertinya akan berulang pada kasus yang tidak beda jauh.

Apakah sudah terindikasi akan adanya makar konstitusional, sesuai dengan modus politik selama ini. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar