Hukum
Tergantung Tersangka
Indonesia sebagai negara yang sedang, akan dan selalu
berkembang, maka praktik hukum bersifat dinamis. Ditambah dengan status sebagai
negara multipartai maka kamus politik dab bahasa politik bisa menjadi sumber
dan acuan utama hukum.
Pedang Dewi Keadilan ternyata punya mata. Tahu siapa
sasarannya. Bukannya mengacu pada pasal yang dilanggar, tetapi lebih berpihak
kepada siapa yang berperkara. Hukum kesimbangan berlaku, yaitu semakin kaya,
kuat, kuasa pihak tergugat, tersangka maka akan semakin tumpul pedang hukum.
Periode 2014-2019 ditandai sebagai éra mégatéga, serbatéga,
multitéga. Penguasa dalam kondisi terkendali saja sudah mempraktikkan pasal serbatéga.
Dengan dalih menjaga kestabilan wibawa negara serta mengamankan konsistensi
citra, pesona kepala negara, maka aparat penegak hukum berhak melakukan tindak réprésif.
Kendati sikap réprésif pemerintah, tanda lemah diri vs sarat beban sponsor.
Walhasil, jika hukum menyibak mégakasus terkait mégakorupsi, bisa-bisa bisa saja KPK bak
menabrak dinding yang kokoh. Pedang keadilan bisa menjadi senjata makan tuan,
balik menebas leher, senjata makan tuan. KPK tak akan melupakan episode Cicak
vs Buaya, sebagai sinyalemen akan kualat melawan penguasa.[HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar