Indonesia,
Riwayat Mana lagi Yang Akan Kau Dustakan
Efek domino janji politik sangat
dahysat, tak terperikan. Saking runyamnya, si empunya mulut yang umbar janji
sampai lupa tujuh keliling. Kalau sudah menduduki kursi yang diincar, serta
merta janji politik menjadi masa lampau. Pemanis kampanye politik.
Bagi penguasa – apakah petugas
politik saja atau petugas politik banget – begitu argo bela negara berdetak,
dipastikan kalkulasi politik ikut berdentang. Ramuan ajaib revolusi mental
menjadi andalan. Kewajiban utama adalah pasal balas jasa, pasal balas budi.
Indonesia memang mau tak mau harus belajar politik yang santun.
Diakui, justru orang yang tahu diri
dengan memanfaatkan sebuah partai politik, akan tampil melebihi manusia
politik. Seolah tak ada beban politik. Merasa
steril dari dosa politik. Serba bebas. Macam presiden kedua RI. Mampu menjadi penguasa tunggal Orde Baru
liwat 6 kali pemilu. Atas kehendak rakyat tetap duduk manis di kursi kepresidenan
sampai dilengserkan oleh rakyat.
Perjalanan bangsa tentunya tidak
selamanya bak bulan madu. Awalnya tampak rukun. Namun karena daya pikat nikmat
dunia begitu memikat, tak ayal terjadilah permufakatan untuk tidak mufakat.
Konflik individu mencuat ke perilaku
politik. Tanpa sungkan, tiada rasa ragu, tak perlu malu hati, dengan gagah
pamer bego. Penyakit politik menjadi milik bersama para manusia politik.
Tiap periode membawa pesan dan
kesan. Sejarah ditulis oleh penguasa, untuk membenarkan segala tindakannya. Untuk
memurnikan janji kampanye ke dalam bentuk agenda politik satu periode.
Rekayasa sejarah tidak hanya pada
satu periode ybs, tetap ada benang merahnya semenjak NKRI diproklamirkan. Karena
ideologi taka da matinya, kalau terdesak, tersudut, terpojok hanya akan ganti
wadah, berubah label. Atau menyusup ke partai politik sejenis atau lawan jenis.
Jangan diartikan jalannya argo
politik identik dengan rekayasa fakta
sejarah. Bak penghapusan dosa politik masa silam.[HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar