Halaman

Minggu, 26 November 2017

Merasa Benar Melaju di Bahu Jalan



Merasa Benar Melaju di Bahu Jalan

Jalan tol bebas hambatan, tapi membayar di depan dengan e-toll, sudah jelas peruntukannya. Khususnya lajur 1 atau lajur paling kiri untuk truk, bis. Jalur paling kanan, khusus kecepatan tinggi atau hanya untuk mendahului, menyalip. Dilarang menyalip dari kiri. Pemerintah berbaik hati menyediakan bahu jalan, untuk keadaan darurat.

Namanya pengguna jalan yang notabene pemilik mobil pribadi, komersial maupun plat merah. Dipastikan karena kondisi keakuan yang harus cepat berpikir, atau tak perlu pakai pikir lama untuk memilih jalur. Utamakan kelancaran diri sendiri. Apa arti rambu. Yang penting selamat.

Di kehidupan nyata yang serba bebas. Antar kendaraan politik seolah bak menghadapi lawan yang harus segera dibinasakan. Bahkan kendaraan politik dengan karoseri satu pabrik, namun beda kemasan, lain merk, di palagan harus full serba anéka mégatéga.

Ujaran kebencian, bahkan dengan tindak penistaan agama, belum menjamin mampu melaju di jalur lambat sekalipun. Berkat ramuan ajaib revolusi mental, banyak anak bangsa, putera-puteri asli daerah, manusia politik mampu bermanuver dengan semua jurus modus.

Peradaban berkemajuan bidang politik, menjadikan manusia politik siap jadi robot. Semisal parpol loyalis Jokowi yang merupakan boneka manusia ekonomi, perpanjangan tangan investor politik siap membabat gerakan anti-Pancasila.

Bahkan laskar, brigade pengayom pengayem masyarakat, akan bertindak sesuai asas patuh, taat, loyal, setia kepada masjikan, juragan yang memberi nikmat dunia berupa jabatan, pangkat, kekuasaan.

Agar tampak sibuk, banyak loyalis Jokowi expose citra dan pesona diri sambil melaju di bahu jalan. Sang propaganda memberitakan, bahwa ybs mau melaju, menyalip semua kendaraan, tidak diberi peluang. Akhirnya pilih jalan pintas, potong kompas, jalur kiri. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar