sistem
pilkada serentak, bayar tunai di tempat vs tidak terbukti uang kembali
Publik tidak merisaukan soal fakta
apa dan bagaimana dampak, efek, impak pilkada serentak. Karena bangsa kita
memang lebih fokus, mengutamakan sukses pesta demokrasi, khususnya pilkada
serentak, daripada sukses praktik demokrasi selama satu periode,
Soal berapa biaya penyelenggaraan
pilkada serentak, bukan konsumsi rakyat. Apalagi, terlebih seberapa kecil biaya
politik, seberapa jauh investor politik ikut main, tak layak dipublikasikan. Namun
ada saja media massa komersial yang menjadikan bahan dialog, diskusi dan debat
tak berujung pangkal.
Pilkada serentak 2018, memang
dibilang bak bola liar, karena terjadi di tahun politik. Sangat menentukan peta
politik di pemilu legislatif dan pilpres serentak 2019.
Aroma irama syahwat politik bebas
bergerak tak beraturan. Pemain lama, lawas, kawakan, bangkotan tak mau kalah. Saling
libas dalam lipatan. Saling libas, baku bin baku, menjadi tindak legal.
Uang yang bicara di ajang pesta
demokrasi. Wajar dan manusiawi. Negara sedang, akan, selalu berkembang. Seolah jabatan
publik ada tarifnya. Masuk urutan jadi atau nomor unggul di internal parpol,
sebagai bakal calon wakil rakyat pun, tidak gratis.
Mana ada manusia politik, mulai
oknum ketua umum, kader keluarga sampai relawan yang masuk kategori miskin. Tak
pandang gender, pendidikan dan ukuran sepatu, baju.
Menu cepat saji mengilhami modus
biaya politik, mahar pilitik dan sejenisnya yang hanya diketahui oleh sang
pelaku. Tidak ada di kamus politik. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar