Modus
Adu Domba Penguasa
Konflik internal antar umat Islam, karena beda mazhab,
beda dalil berdasarkan sunnah Rasul, sebagai hal yang wajar. Ada berbagai versi
dalam ibadah, muamalah atau kegiatan amaliah. Menambah dinamika, bahwa agama
Islam tidak memberatkan umatnya.
Pada kondisi tertentu, perbedaan ini memang menjadi titik
lemah, titik retak semangat ukhuwah. Miris binti miris jika umat Islam sudah
akrab dengan ideologi, politik seolah lupa ukhuwah.
Koalisi, kolaborasi, antar parpol Islam, di atas
kertaspun susah dicari apalagi ditarik benang merahnya. Moral dan roh parpol
adalah kepentingan, yang dalam praktiknya bersifat indiviudal.
Sejarah membuktikan, internal parpol Islam terjadi perang
dingin, khususnya antara pendiri dengan penerusnya. Jebakan dogma bahwa ketua
umum parpol identik dengan bakal calon presiden menjadikan friksi internal
semakin nyata. Bahkan penentuan nomer urut bakal calon legislatif di tubuh
parpol bukan hal yang mudah, apalagi gratis. Ironis, wakil rakyat yang belum
habis kontrak, ikut pilkada. Pembantu presiden belum jatu tempo malah pilih
ikut pilkada serentak. Dinasti politik pun terjadi di tubuh parpol Islam,
dengan dalih regenerasi.
Akhirnya umat Islam yang tak terikat pada tubuh sebuah
partai politik atau tak ada ikatan moral dengan organisasi kemasyarakatan,
seolah menjadi sasaran empuk, sebagai pintu masuk menggoyang persatuan dan
kesatuan umat.
Pemeritah atau penguasa seolah memanfaatkan konflik
internal sebagai peluang. Tidak bertindak sebagai wasit, mediator, malah
memfasilitasi. Pihak tertentu dengan sepengetahuan pemerintah melakukan
tindak mempolitisir perbedaan dalam
tubuh umat Islam. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar