ASAS GOTONG ROYONG DAN
KEBERLANJUTAN KEGIATAN
Bagaimana mewujudkan prakarsa dan upaya masyarakat sehingga bisa menjadi
modal sosial. Khususnya modal
sosial kepercayaan, modal sosial kerjasama dan modal sosial jaringan sosial
dimanfaatkan dalam pengembangan rumah swadaya.
80% pembangunan perumahan di Indonesia dilakukan secara swadaya dengan
memanfaatkan potensi yang bersumber pada masyarakat seperti budaya gotong
royong, kepemilikan tanah MBR, kearifan lokal masyarakat, dana masyarakat,
serta sumber daya material lokal.
1.3.1
Gotong Royong Sebagai
Modal Sosial
Kebhinekaan merupakan interaksi
beberapa kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormati dan toleransi satu
sama lain. Menguatnya nilai-nilai primordialisme dan fundamentalisme dapat
mengancam kelangsungan hidup bersama dalam kemajemukan Indonesia. Hal ini
ditandai dengan derasnya pemahaman konservatisme keagamaan khususnya di
kalangan muda dan masyarakat, serta merebaknya kekerasan berbasiskan keagamaan.
Untuk itu arah kebijakan dan strategi yang dilakukan dalam rangka meningkatkan
modal sosial dan nilai-nilai sosial budaya, antara lain :
Membangun kembali modal sosial dalam
rangka memperkukuh karakter dan jati diri bangsa, melalui:
a.
Pengembangan kepedulian
sosial;
b.
Pengembangan pranata
gotong-royong;
c.
Penggalangan inisiatif
komunitas untuk merencanakan dan ikut menyediakan kebutuhan komunitas mereka
sendiri;
d.
Pemberdayaan masyarakat
adat dan komunitas budaya;
e.
Pengembangan karakter
dan jati diri bangsa; dan
f.
Peningkatan kepercayaan
antarwarga dan pencegahan diskriminasi.
(sumber RPJMN 2015-2019, Buku I
Agenda Pembangunan Nasional).
Kekuatan modal sosial dapat
dijelaskan melalui tiga tipologinya yang meliputi pengikat, perekat (bonding
social capital), penyambung, menjembatani (bridging social capital)
dan pengait, koneksi, jaringan (lingking social capital). Bahkan
kekuatan modal sosial dapat menjadi pemacudan pemicu yang memperlancar hubungan,
interaksi dan kerjasama, sehingga kebutuhan, kepentingan maupun harapan
individu dapat tercapai secara efisien dan efektif.
Modal sosial bisa beraneka bentuk,
misalnya, semangat saling memercayai (mutual trust), semangat saling
menghormati (mutual respect), maupun semangat saling memahami (mutual
understanding). Modal sosial merupakan syarat utama terwujudnya karakter
sosial yang kondusif, yang membawa penegak hukum dan elite bangsa ini menjadi
satu barisan dan bergerak dalam kebersamaan guna mencapai tujuan bersama.
Modal sosial memiliki beberapa
elemen yang merupakan sumber dan energi bagi warga dalam suatu komunitas.
Kekuatan modal sosial dapat diketahui melalui elemen-elemen yang terlekat dalam
struktur sosial komunitas.
Modal sosial sebagai modal dasar
bagi komunitas dapat mengefektifkan modal dan potensi lainnya, namun elemen yang
melekat tersebut memberi manfaat dan dapat diakes oleh semua warga komunitas
serta tidak bertentangan dengan standar nilai yang berlaku secara universal.
1.3.2
Sumber Daya Lokal
Mengacu pada Peraturan Pemerintah
Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman,
khususnya pada :
Pasal 20
(1) Pembangunan Perumahan meliputi:
a. pembangunan Rumah dan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum; dan/atau
b. peningkatan kualitas Perumahan.
(2) Pembangunan Perumahan dilakukan dengan mengembangkan teknologi dan rancang
bangun yang ramah lingkungan serta mengembangkan industri bahan bangunan yang
mengutamakan pemanfaatan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman
bagi kesehatan.
Di era globalisasi identitas lokal yang
antara lain diwujudkan dari sumber daya lokal akan menjadi sebuah kekuatan yang
muncul dan ingin tetap eksis.
Kata kuncinya adalah pemberdayaan
rakyat dan menggali potensi lokal. Apabila potensi komunitas lokal digali dan
dikembangkan, maka mereka akan menemukan sendiri apa yang mereka butuhkan
sesuai dengan kekhasannya masing-masing. Dalam hal inilah dibutuhkan motivasi
yang benar pada setiap orang sebelum melakukan usaha pembangunan diri sehingga
melakukan atas dasar kesadaran bukan pemaksaan.
Keberhasilan diperoleh merupakan
kebanggaan yang pada gilirannya akan ditularkan kepada generasi berikutnya.
Dengan demikian proses menjadi penting dan bukan hasil akhir. Setiap orang,
setiap komunitas perlu menemukan diri sendiri, melakukan dari apa yang tersedia
di tempat masing-masing, yang mungkin selama ini diabaikan padahal merupakan
sumber daya yang sangat kaya, baik berupa sumber daya alam maupun sumber daya
manusia.
Dalam kaitannya dengan kearifan lokal, model pengembangan
rumah swadaya hendaknya memberi hati kepada kearifan lokal yang dimiliki
masyarakat, agar masyarakat dapat tergerak hatinya untuk ikut mengambil bagian
secara aktif dalam berbagai kegiatan pembangunan.
Dalam hal inilah maka sumber daya
lokal perlu mendorong kemandirian diri sendiri (dan tentu saja dengan dukungan
pemerintah). Apabila ada program dari pemerintah, maka komunitas lokal berperan
sebagai penerima sekaligus mengelola sendiri program tersebut tanpa campur
tangan dan intervensi pihak-pihak luar. Partisipasi harus dilakukan oleh
masyarakat, kelompok swadaya masyarakat, kelompok adat, koperasi primer dan
sebagainya. Dalam hal ini pemerintah perlu menyediakan lembaga pelayanan dan
pemberdayaan sumber daya manusia berupa lembaga pendidikan, lembaga pelatihan,
lembaga penelitian dan pengembangan.
Sumber daya lokal akan menemukan
potensi diri ketika diberi kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri, sehingga
tidak tergantung pada orang lain. Namun jebakan ketergantungan yang sudah
terlanjur terjadi sekarang ini menjadikan sumber daya lokal tidak dapat
berkembang.
Meningkatkan penghidupan MBR melalui peningkatan kapasitas
pemanfaatan sumber daya lokal sebagai sumber penghidupan yang berkelanjutan,
Sumber daya lokal ada delapan seperti terlihat pada gambar
berikut:
Gambar 1.2 Oktagonal
Sumber Daya Lokal
(sumber : https://pengembanganekonomilokal.wordpress.com/2016/12/30/sekilas-tentang-pel/)
1.3.3
Kegiatan Pasca
Pengembangan
Pasca rumah layak huni secara
konstruksi sudah selesai, terbangun maka akan memasuki tahap hunian. Penghuni
siap menerima hasil pekerjaan dan memanfaatkan rumah layak huni. Pengembangan
mandiri pasca konstruksi adalah kegiatan swadaya pengembangan rumah swadaya, dilakukan
atas inisiatif/prakarsa dan dengan dana dari masyarakat sendiri. Keberhasilan
tersebut ditentukan oleh proses pemberdayaan masyarakat sejak persiapan hingga
pasca konstruksi yang dilakukan oleh KPB secara swadaya.
Mengingat karakter pengembangan
rumah swadaya sebagai pemacu dan pemicu. Sejak awal sampai kegiatan pasca
memang sangat tergantung pada tenaga penggerak masyarakat atau Tenaga
Fasilitator Lapangan (TFL) sebagai pendamping masyarakat. Pendampingan masyarakat
dilakukan oleh TFL. Pendampingan penerima pengembangan rumah swadaya oleh TFL
dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pelaporan, dan
pengembangan mandiri pasca kegiatan.
Faktor penting berpengaruh dominan
yang ditingkatkan dalam skenario moderat
pada pengembangan rumah swadaya adalah 1) dukungan atau komitmen
masyarakat untuk bertindak nyata; 2) kelembagaan, sistem organisasi maupun pola
gotong royong; 3) inisiatif dan rasa peduli masyarakat untuk berperan aktif;
dan 4) tindakan pasca kegiatan pengembangan rumah swadaya.
Luas tanah yang dimilik MBR pasca
pengembangan rumah swadaya akan menentukan apakah akan memperluas (ekspansi)
dengan menambah ruang atau melakukan perombakan.
Bertambahnya anggota keluarga tak
otomatis diirngi penambahan ruang. Ruang yang yang ada menjadi multifungsi.
terjadi penggabungan beberapa aktifitas anggota keluarga dalam satu ruang
seperti ruang keluarga, ruang makan dan ruang belajar difungsikan secara
bersama-sama menjadi satu. Hal ini terpaksa dilakukan karena keterbatasan
kemampuan menyediakan ruang untuk beraktifitas secara wajar. Konsekuensi dari
semua itu adalah kurangnya kenyamanan untuk beraktifitas.
Ketidakcukupan penghasilan utama
dari kepala keluarga memaksa anggota keluarga lainnya untuk berkonribusi
menambah penghasilan melalui usaha keluarga atau usaha rumah tangga. Fakta ini
berdampak pada kebutuhan akan ruang tambahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar