Halaman

Senin, 06 November 2017

asas gotong royong dan keberlanjutan rumah swadaya



ASAS GOTONG ROYONG DAN KEBERLANJUTAN KEGIATAN

Bagaimana mewujudkan prakarsa dan upaya masyarakat sehingga bisa menjadi modal sosial. Khususnya modal sosial kepercayaan, modal sosial kerjasama dan modal sosial jaringan sosial dimanfaatkan dalam pengembangan rumah swadaya.

80% pembangunan perumahan di Indonesia dilakukan secara swadaya dengan memanfaatkan potensi yang bersumber pada masyarakat seperti budaya gotong royong, kepemilikan tanah MBR, kearifan lokal masyarakat, dana masyarakat, serta sumber daya material lokal.

1.3.1             Gotong Royong Sebagai Modal Sosial
Kebhinekaan merupakan interaksi beberapa kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormati dan toleransi satu sama lain. Menguatnya nilai-nilai primordialisme dan fundamentalisme dapat mengancam kelangsungan hidup bersama dalam kemajemukan Indonesia. Hal ini ditandai dengan derasnya pemahaman konservatisme keagamaan khususnya di kalangan muda dan masyarakat, serta merebaknya kekerasan berbasiskan keagamaan. Untuk itu arah kebijakan dan strategi yang dilakukan dalam rangka meningkatkan modal sosial dan nilai-nilai sosial budaya, antara lain :

Membangun kembali modal sosial dalam rangka memperkukuh karakter dan jati diri bangsa, melalui:
a.      Pengembangan kepedulian sosial;
b.      Pengembangan pranata gotong-royong;
c.       Penggalangan inisiatif komunitas untuk merencanakan dan ikut menyediakan kebutuhan komunitas mereka sendiri;
d.      Pemberdayaan masyarakat adat dan komunitas budaya;
e.      Pengembangan karakter dan jati diri bangsa; dan
f.        Peningkatan kepercayaan antarwarga dan pencegahan diskriminasi.
(sumber RPJMN 2015-2019, Buku I Agenda Pembangunan Nasional).

Kekuatan modal sosial dapat dijelaskan melalui tiga tipologinya yang meliputi pengikat, perekat (bonding social capital), penyambung, menjembatani (bridging social capital) dan pengait, koneksi, jaringan (lingking social capital). Bahkan kekuatan modal sosial dapat menjadi pemacudan pemicu yang memperlancar hubungan, interaksi dan kerjasama, sehingga kebutuhan, kepentingan maupun harapan individu dapat tercapai secara efisien dan efektif.

Modal sosial bisa beraneka bentuk, misalnya, semangat saling memercayai (mutual trust), semangat saling menghormati (mutual respect), maupun semangat saling memahami (mutual understanding). Modal sosial merupakan syarat utama terwujudnya karakter sosial yang kondusif, yang membawa penegak hukum dan elite bangsa ini menjadi satu barisan dan bergerak dalam kebersamaan guna mencapai tujuan bersama.

Modal sosial memiliki beberapa elemen yang merupakan sumber dan energi bagi warga dalam suatu komunitas. Kekuatan modal sosial dapat diketahui melalui elemen-elemen yang terlekat dalam struktur sosial komunitas.

Modal sosial sebagai modal dasar bagi komunitas dapat mengefektifkan modal dan potensi lainnya, namun elemen yang melekat tersebut memberi manfaat dan dapat diakes oleh semua warga komunitas serta tidak bertentangan dengan standar nilai yang berlaku secara universal.

1.3.2             Sumber Daya Lokal
Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, khususnya pada :
Pasal 20
(1)      Pembangunan Perumahan meliputi:
a.    pembangunan Rumah dan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum; dan/atau
b.    peningkatan kualitas Perumahan.
(2)     Pembangunan Perumahan dilakukan dengan mengembangkan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta mengembangkan industri bahan bangunan yang mengutamakan pemanfaatan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi kesehatan.

Di era globalisasi identitas lokal yang antara lain diwujudkan dari sumber daya lokal akan menjadi sebuah kekuatan yang muncul dan ingin tetap eksis.

Kata kuncinya adalah pemberdayaan rakyat dan menggali potensi lokal. Apabila potensi komunitas lokal digali dan dikembangkan, maka mereka akan menemukan sendiri apa yang mereka butuhkan sesuai dengan kekhasannya masing-masing. Dalam hal inilah dibutuhkan motivasi yang benar pada setiap orang sebelum melakukan usaha pembangunan diri sehingga melakukan atas dasar kesadaran bukan pemaksaan.

Keberhasilan diperoleh merupakan kebanggaan yang pada gilirannya akan ditularkan kepada generasi berikutnya. Dengan demikian proses menjadi penting dan bukan hasil akhir. Setiap orang, setiap komunitas perlu menemukan diri sendiri, melakukan dari apa yang tersedia di tempat masing-masing, yang mungkin selama ini diabaikan padahal merupakan sumber daya yang sangat kaya, baik berupa sumber daya alam maupun sumber daya manusia.

 Dalam kaitannya dengan kearifan lokal, model pengembangan rumah swadaya hendaknya memberi hati kepada kearifan lokal yang dimiliki masyarakat, agar masyarakat dapat tergerak hatinya untuk ikut mengambil bagian secara aktif dalam berbagai kegiatan pembangunan.

Dalam hal inilah maka sumber daya lokal perlu mendorong kemandirian diri sendiri (dan tentu saja dengan dukungan pemerintah). Apabila ada program dari pemerintah, maka komunitas lokal berperan sebagai penerima sekaligus mengelola sendiri program tersebut tanpa campur tangan dan intervensi pihak-pihak luar. Partisipasi harus dilakukan oleh masyarakat, kelompok swadaya masyarakat, kelompok adat, koperasi primer dan sebagainya. Dalam hal ini pemerintah perlu menyediakan lembaga pelayanan dan pemberdayaan sumber daya manusia berupa lembaga pendidikan, lembaga pelatihan, lembaga penelitian dan pengembangan.

Sumber daya lokal akan menemukan potensi diri ketika diberi kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri, sehingga tidak tergantung pada orang lain. Namun jebakan ketergantungan yang sudah terlanjur terjadi sekarang ini menjadikan sumber daya lokal tidak dapat berkembang.

Meningkatkan penghidupan MBR melalui peningkatan kapasitas pemanfaatan sumber daya lokal sebagai sumber penghidupan yang berkelanjutan,

Sumber daya lokal  ada delapan seperti terlihat pada gambar berikut:

Gambar 1.2 Oktagonal Sumber Daya Lokal
(sumber : https://pengembanganekonomilokal.wordpress.com/2016/12/30/sekilas-tentang-pel/)

1.3.3             Kegiatan Pasca Pengembangan
Pasca rumah layak huni secara konstruksi sudah selesai, terbangun maka akan memasuki tahap hunian. Penghuni siap menerima hasil pekerjaan dan memanfaatkan rumah layak huni. Pengembangan mandiri pasca konstruksi adalah kegiatan swadaya pengembangan rumah swadaya, dilakukan atas inisiatif/prakarsa dan dengan dana dari masyarakat sendiri. Keberhasilan tersebut ditentukan oleh proses pemberdayaan masyarakat sejak persiapan hingga pasca konstruksi yang dilakukan oleh KPB secara swadaya.

Mengingat karakter pengembangan rumah swadaya sebagai pemacu dan pemicu. Sejak awal sampai kegiatan pasca memang sangat tergantung pada tenaga penggerak masyarakat atau Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) sebagai pendamping masyarakat. Pendampingan masyarakat dilakukan oleh TFL. Pendampingan penerima pengembangan rumah swadaya oleh TFL dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pelaporan, dan pengembangan mandiri pasca kegiatan.

Faktor penting berpengaruh dominan yang ditingkatkan dalam skenario moderat  pada pengembangan rumah swadaya adalah 1) dukungan atau komitmen masyarakat untuk bertindak nyata; 2) kelembagaan, sistem organisasi maupun pola gotong royong; 3) inisiatif dan rasa peduli masyarakat untuk berperan aktif; dan 4) tindakan pasca kegiatan pengembangan rumah swadaya.

Luas tanah yang dimilik MBR pasca pengembangan rumah swadaya akan menentukan apakah akan memperluas (ekspansi) dengan menambah ruang atau melakukan perombakan.

Bertambahnya anggota keluarga tak otomatis diirngi penambahan ruang. Ruang yang yang ada menjadi multifungsi. terjadi penggabungan beberapa aktifitas anggota keluarga dalam satu ruang seperti ruang keluarga, ruang makan dan ruang belajar difungsikan secara bersama-sama menjadi satu. Hal ini terpaksa dilakukan karena keterbatasan kemampuan menyediakan ruang untuk beraktifitas secara wajar. Konsekuensi dari semua itu adalah kurangnya kenyamanan untuk beraktifitas.

Ketidakcukupan penghasilan utama dari kepala keluarga memaksa anggota keluarga lainnya untuk berkonribusi menambah penghasilan melalui usaha keluarga atau usaha rumah tangga. Fakta ini berdampak pada kebutuhan akan ruang tambahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar