Halaman

Senin, 27 November 2017

dikotomi adab politik Nusantara, kekanak-kanakan vs kekiri-kirian



dikotomi adab politik Nusantara, kekanak-kanakan vs kekiri-kirian

Sekedar contoh mewaklili jenis kelamin, jender atau gender. Suara menghiba-hiba dari manusia politik, oknum ketum parpol loyalis Jokowi, wakil pria. Tanah leluhurnya banyak melahirkan pahlawan. Beda atau kontradiksi dengan yang dimaksud ini. Pejuang ideologi dengan amunisi sebagai perpanjangan tangan investor politik.

Representasi asas emansipasi, ada manusia politik yang jual tampang haru. Padahal dirinya merasa cerdas berkat menang label, merek, kemasan nama besar moyangnya. Faktor kasihannya rakyat menjadikannya mendapat mandat. Namun karena ora kuat semat, pangkat, drajat, hanya jadi penghibur panggung politik.

Akhirnya, kedua sosok beda jenis kelamin di aats, kualat marang rakyat.

Status sebagai rakyat, abdi, kawula tetap menerus sampai akhir hayat. Masih ingat lakon Petruk Dadi Ratu, ada ungkapan Jawa : “Kawula iku ana tanpa wates, ratu kuwi anane mung winates” (rakyat itu ada tanpa batas, sedangkan raja itu ada secara terbatas)", kata Petruk. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar