dikotomi
adab politik Nusantara, kekanak-kanakan vs kekiri-kirian
Sekedar contoh mewaklili jenis
kelamin, jender atau gender. Suara menghiba-hiba dari manusia politik, oknum
ketum parpol loyalis Jokowi, wakil pria. Tanah leluhurnya banyak melahirkan
pahlawan. Beda atau kontradiksi dengan yang dimaksud ini. Pejuang ideologi
dengan amunisi sebagai perpanjangan tangan investor politik.
Representasi asas emansipasi, ada
manusia politik yang jual tampang haru. Padahal dirinya merasa cerdas berkat
menang label, merek, kemasan nama besar moyangnya. Faktor kasihannya rakyat
menjadikannya mendapat mandat. Namun karena ora kuat semat, pangkat,
drajat, hanya jadi penghibur panggung politik.
Akhirnya, kedua sosok beda jenis
kelamin di aats, kualat marang rakyat.
Status sebagai rakyat, abdi, kawula
tetap menerus sampai akhir hayat. Masih ingat lakon Petruk Dadi Ratu, ada
ungkapan Jawa : “Kawula iku ana tanpa wates, ratu kuwi anane mung winates” (rakyat itu ada tanpa
batas, sedangkan raja itu ada secara terbatas)", kata Petruk. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar