sang penebar dan penabur bibit anti-Pancasila
Karya monumental iblis,
setan, jin atau sebutan lainnya, cukup fantastis, yaitu ketika manusia
menjadikan nikmat dunia sebagai tujuan pertama, target dan sasaran utama
mengapa harus berani hidup di dunia. Minimal dalam bentuk kerajaan dunia.
Bergerak di bidang ekonomi yang tak mengenal batas antar negara. Karena faham
siapa yang kaya, kuat, kuasa akan menguasai dunia.
Ketika rakyat mengurus
urusan administrasi, mau tak mau terkondisikan untuk melakukan atau mengikuti
aturan main, semacam pungli, uang rokok, pelican. Hukum keseimbangan berlaku,
agar urusan cepat dan tepat waktu perlu amunisi segar bagi petugas. Mau urusan
beres, tidak bertele-tele, ikuti adat petugas atau penyenggara negara.
Bayangkan, bagaimana
agar urusan negara lancar, terkendali dan terasa manfaat nyata bagi rakyat. Apakah
ada benang merah antar periode. Apakah ada pakem, kode etik yang menjadi
pegangan penyelenggara negara. Ini patut disidik, diselidiki secara seksama dan
dalam tempo yang aman, nyaman.
Di negara manapun selalu
terjadi gerakan (pelaku) ekonomi lebih dominan daripada gerakan politik. Peta
ekonomi negara adidaya menunjukkan pergerakan pelaku ekonomi dunia dan skenario
suku bangsa lain.
Apakah gerakan formal kebangsaan, ketahanan bangsa, bela
negara, wawasan kebangsaan, menegakkan Pancasila mulai dari akarnya dengan kemasan skala negara, maka rakyat,
masyarakat, penduduk, warga negara yang masuk kategori “tak diharapkan
kelahirannya”, hanya diposisikan, diperankan sebagai penonton pasif.
Andaikata kepala negara berujar,
berucap, bertindak tutur bahwasanya ada pihak yang ingin mengganti Pancasila
dengan ideologi lain, akibat salah menu atau menu harian politiknya hanya itu.
Seolah tak mau direcoki kebutuhan dan kepentingan rakyat. Maunya dan sudah terbiasa
dicekoki menu politik impor, serba asing atau minimal mengutamakan produk luar
yang mampu mendongkrak pamornya.
Anak cucu ideologis yang sudah
merasakan nikmat dunia, yang hidupnya semakin jauh dari rakyat.
Angan-angan, ambisi, fantasi
politik membubung tinggi. Semakin jauh meninggalkan Nusantara, manusia tampak
bak titik-titik. Jaringan jalan raya masih tampak. Sila-sila Pancasila semakin
kabur. Muncul ideologi asing yang menawarkan serba bebas. Bahkan mampu
menjanjikan kehidupan baru, dengan bentuk kerajaan dunia. Menjadi penguasa tak
tergoyahkan.
Kebetulan atau memang sudah suratan
sejarah, ada oknum atau pihak yang keceplosan dengan modus penistaan agama
lain. Atau ada gerakan senyap penguasa yang harus serba tega, demi mengamankan
jabatan. Seolah malah menjadi bagian dari kerja pemerintah untuk sukses pesta
demokrasi 2019. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar