Halaman

Rabu, 15 November 2017

sang penebar dan penabur bibit anti-Pancasila



sang penebar dan penabur bibit anti-Pancasila

Karya monumental iblis, setan, jin atau sebutan lainnya, cukup fantastis, yaitu ketika manusia menjadikan nikmat dunia sebagai tujuan pertama, target dan sasaran utama mengapa harus berani hidup di dunia. Minimal dalam bentuk kerajaan dunia. Bergerak di bidang ekonomi yang tak mengenal batas antar negara. Karena faham siapa yang kaya, kuat, kuasa akan menguasai dunia.

Ketika rakyat mengurus urusan administrasi, mau tak mau terkondisikan untuk melakukan atau mengikuti aturan main, semacam pungli, uang rokok, pelican. Hukum keseimbangan berlaku, agar urusan cepat dan tepat waktu perlu amunisi segar bagi petugas. Mau urusan beres, tidak bertele-tele, ikuti adat petugas atau penyenggara negara.

Bayangkan, bagaimana agar urusan negara lancar, terkendali dan terasa manfaat nyata bagi rakyat. Apakah ada benang merah antar periode. Apakah ada pakem, kode etik yang menjadi pegangan penyelenggara negara. Ini patut disidik, diselidiki secara seksama dan dalam tempo yang aman, nyaman.

Di negara manapun selalu terjadi gerakan (pelaku) ekonomi lebih dominan daripada gerakan politik. Peta ekonomi negara adidaya menunjukkan pergerakan pelaku ekonomi dunia dan skenario suku bangsa lain.

Apakah  gerakan formal kebangsaan, ketahanan bangsa, bela negara, wawasan kebangsaan, menegakkan Pancasila mulai dari akarnya  dengan kemasan skala negara, maka rakyat, masyarakat, penduduk, warga negara yang masuk kategori “tak diharapkan kelahirannya”, hanya diposisikan, diperankan sebagai penonton pasif.

Andaikata kepala negara berujar, berucap, bertindak tutur bahwasanya ada pihak yang ingin mengganti Pancasila dengan ideologi lain, akibat salah menu atau menu harian politiknya hanya itu. Seolah tak mau direcoki kebutuhan dan kepentingan rakyat. Maunya dan sudah terbiasa dicekoki menu politik impor, serba asing atau minimal mengutamakan produk luar yang mampu mendongkrak pamornya.

Anak cucu ideologis yang sudah merasakan nikmat dunia, yang hidupnya semakin jauh dari rakyat.

Angan-angan, ambisi, fantasi politik membubung tinggi. Semakin jauh meninggalkan Nusantara, manusia tampak bak titik-titik. Jaringan jalan raya masih tampak. Sila-sila Pancasila semakin kabur. Muncul ideologi asing yang menawarkan serba bebas. Bahkan mampu menjanjikan kehidupan baru, dengan bentuk kerajaan dunia. Menjadi penguasa tak tergoyahkan.

Kebetulan atau memang sudah suratan sejarah, ada oknum atau pihak yang keceplosan dengan modus penistaan agama lain. Atau ada gerakan senyap penguasa yang harus serba tega, demi mengamankan jabatan. Seolah malah menjadi bagian dari kerja pemerintah untuk sukses pesta demokrasi 2019. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar