kerugian
wisata lokal akibat bencana politik Nasional
Siklus bencana politik lima tahunan,
tapi tiap saat terasa sampai tulang sumsum rakyat dan tulang punggung Ibu
Pertiwi. Semakin adegan, atraksi, acara gonjang-ganjing politik membara, justru
menjadi daya tarik wisatawan politik mancanegara.
Investor politik dari negara paling
bersahabat dengan NKRI, siap menjadikan generasi digital jadi budak di negeri
sendiri. Mulai dari uang pinjaman alias utang luar negeri, teknologi asing
diterapkan disemua lini kehiodupan masyarakat, sampai bantuan tenaga kerja
asing, menjadi prioritas utama penguasa. Mumpung aji vs aji mumpung.
Sejarah memang selalu berulang,
sebagai pelajaran bagi pribumi yang tak pernah ingkar akan manfaat serta
mempraktikkan sila-sila Pancasila.
Krisis cadangan devisa negara
diperkuat dengan fenomena alam, membuat pihak tertentu sudah pasang kuda-kuda. Semua
merapat dalam ikatan ideologi kawanan penguasa 2014-2019. Berharap satria
piningit dari negara naga merah akan turun. Menambah batuan utang luar negeri
sampai mengirim manusia buangan di negerinya, tapi bisa jadi raja di NKRI.
Krisis idelogi atau tepatnya tidak
adanya negarawan di periode 2014-2019 akan semangkin menyuburkan krisis cadev. Loyalis
Jokowi plus/minus JK, hanya sebagai beban tetap rganda atas jalannya revolusi
mental. Merongrong dari dalam persatuan dan kesatuan Indonesia.
Bukan masalah waktu. Doa rakyat
sudah semakin berdengung, berdenging di telinga penguasa. Suara dari langit
sudah terdengar sayup-sayup namun pasti. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar