melongo mbokdé mukiyo, dudu mélu lungo
Pemirsa lintas bahasa manusia,
berdiri di depan cermin sendiri. Bercermin sambil mulut ucapkan huruf vokal “O”.
Secara pelan dan pasti plus main mata. Tatap mata Anda dengan seksama, jeli. Bilamana
perlu, lafalkan huruf hidup lainnnya. Apapun wjudan posisi sepasang bibir. Percayalah
bahwa itu mulut, memang mulut Anda. Ucapkan kata yang huruf hidupnya hanya “O”.
Misal ’sontoloyo’.
Masalah bahasa dan perbahasaan. Eja huruf
bahasa Jawa “hanacaraka”. Kita jarang dengar wong
Jawa misuh-misuh pakai bahasa Jawa yang serba “O”. Emosi kejiwaan pun terasa
santun. Etnisitas kaum yang membentuk persatuan nusantara, berbasis
logat, dialek, ragam bahasanya.
Nama orang di negara tertentu. Bak susunan
huruf mati. Bahasa menunjukkan bangsa. Memakai bahasa daerah di nusantara,
menjadi mirip dagelan. Sua dengan teman sekampung halaman. Dua orang saja,
kedengaran seperti teriak-teriak di sawah. Jarak antar rumah cukup jauh. >3
wong bercakap-cakap bebas. Dikira lagi bertengkar. Drama satu babak.
Èyèl-èyèlan gaya
wong Jawa. Ditambah watak bloko suto,
wong Jawa susah jadi diplomat di pentas, panggung
dunia. Pantes-pantesé dadi bintang iklan “berputih tulang”. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar