Halaman

Senin, 14 September 2020

duduk sama berpantat, berdiri belum tentu pakai kaki sendiri


duduk sama berpantat, berdiri belum tentu pakai kaki sendiri

Tersebutlah sebutan politik kekuasaan, politik praktis, politik uber kursi disebut dengan sebutan politik tingkat rendah (low politics). Berkat pengguna aktif, minimal animo di luar takaran adab politik di negara selalu berkembang. Menjadi rujukan utama multipartai. Akhirnya modus politik rendahan naik pamor menjadi politik berbangsa dan bernegara.

Pemerintah berkelanjutan mensyaratkan adanya kompromi politik. Bukan sebagai jalan tengah. Akhirnya, apapun modus politik, yang jadi korban tetap rakyat. Ungkapan karena idéologi sesaat, anak bangsa téga rendah budi. Kepala negara aktif saja bergaya merendahkan diri dihadapan tamu negara yang diundang, apalagi rakyat. Bahkan pernah sang presiden bertindak sebagai tukang ojek payung.

Ketika tata susila dipakai untuk menjelaskan alat kelengkapan tata nilai etika, tata moral bagi kehidupan berpolitik. Tak pakai lama berpikir apalagi berproses hati, kawanan politisi penganut falsafah hidup “téga sengsarané, luwih téga patiné”. Langsung meradang siap menyeruduk, sigap menanduk kian kemari, sedia menjadi hantu politik nusantara.[HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar