Halaman

Selasa, 08 September 2020

pasungan politik perempuan, keterwakilan vs kejiwaaan


pasungan politik perempuan, keterwakilan vs kejiwaaan

Berpolitik tidak ada batas waktu. Tidak pakai ambang bawah pengabdian tanpa akhir. Tidak ada batas ambang atas kisah sukses selaku aktivis. Tak heran, salah kaprah menjadi hal lumrah. Berbuat banyak buat negara harus selaku penyelenggara negara. Paling konyol jika punya pemahaman sesat, wajib punya kendaraan politik. Penguasa tunggal rezim militer-politik Orde Baru punya bukti otentik, orisinil, nyata, terukur.

Memajukan dunia olahraga nasional tidak harus menjadi olahragawan. Menegakkan kemandirian, kedaulatan, ketahanan pangan tidak harus ramai-ramai menjadi petani. Ramai-ramai potong padi di sawah, namanya asas gotong royong. Ramai-ramai rebutan kursi secara konstitusional. Menjadi hak semua jenis dan lapisan gender nusantara.

Dunia wayang kulit maupun wayang nusantara, punya panutan tokoh perempuan. Budaya pewayangan tak beda jauh dengan panggung politik nusantara. Tokoh perempuan skala global maupun elit lokal, balutan etnis malah kalah watak dengan anak wayang politik. Umumnya, sadar bawa dan bawah perasaan.

Puncak karier politik diimbangi dengan keterpurukan diri. Kalau tak punya kuasa secara politis, hidup bak boneka pajangan etalase.[HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar