pasungan politik
perempuan, keterwakilan vs kejiwaaan
Berpolitik
tidak ada batas waktu. Tidak pakai ambang bawah pengabdian tanpa akhir. Tidak
ada batas ambang atas kisah sukses selaku aktivis. Tak heran, salah kaprah
menjadi hal lumrah. Berbuat banyak buat negara harus selaku penyelenggara
negara. Paling konyol jika punya pemahaman sesat, wajib punya kendaraan
politik. Penguasa tunggal rezim militer-politik Orde Baru punya bukti otentik, orisinil,
nyata, terukur.
Memajukan
dunia olahraga nasional tidak harus menjadi olahragawan. Menegakkan kemandirian,
kedaulatan, ketahanan pangan tidak harus ramai-ramai menjadi petani. Ramai-ramai
potong padi di sawah, namanya asas gotong royong. Ramai-ramai rebutan kursi secara
konstitusional. Menjadi hak semua jenis dan lapisan gender nusantara.
Dunia
wayang kulit maupun wayang nusantara, punya panutan tokoh perempuan. Budaya pewayangan
tak beda jauh dengan panggung politik nusantara. Tokoh perempuan skala global
maupun elit lokal, balutan etnis malah kalah watak dengan anak wayang politik. Umumnya,
sadar bawa dan bawah perasaan.
Puncak
karier politik diimbangi dengan keterpurukan diri. Kalau tak punya kuasa secara
politis, hidup bak boneka pajangan etalase.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar