calon tunggal vs salam pancasila
Bukan apa-apa sekaligus bukan siapa-siapa. Namun demikianlah adanya. Mau bilang, minat komen apa lagi. Tidak perlu tutup hidung secara demonstratif, aktraktif. Sudah pakai masker kesehatan standar WHO. Tukang endus berita saja seperti tak ada kapoknya. Malah secara aklamasi menjadi kewajaran.
Pelipur lara plus pengkabur fakta, pakai asas banding, sanding, tanding dengan produk hukum dadakan. Lidah tak bertulang, tak bercabang lebih fasih, lebih mahir, lebih cakap berujar plus berajar sila-sila dasar negara ketimbang mempraktikannya.
Menghadapi lawan tunggal, contoh nyata agresi covid-19. Percepatan pemilahan, pemilihan, pemulihan kepercayaan rakyat secara alami. Alam terbuka dan membuka pihak yang selama ini gemar main petak umpet. Persengkongolan terselubung di tingkat elit lokal (kabupaten/kota), membuka faktor keterpilihan menjadi pasal jujur, tidak bisa dimanipulasi, direkayasa lagi.
Takut kalah lebih diangkat dari kalkulasi biaya politik. Menang saja belum tentu balik modal, impas apalagi tumpuk modal buat periode kedua. Koalisi parpol pilpres tidak otomatis berlaku, lanjut ke pilkada. Kecuali haluan partai politik belok kiri boleh langsung. Punya mitra kerja yang senasib.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar