KETIKA NEGARA
DIANGGAP SEBAGAI WARISAN
KATA SEJARAH
Telinga kita sudah
terlalu sering, akrab dan terbiasa mendengar berita ekonomi tentang negara
dirugikan sekian milyar rupiah, sekian ratus juta rupiah akibat berbagai ulah
anak bangsa. Awam
menduga, penyebab kerugian negara adalah karena pelaku ekonomi (produsen,
pedagang, dan konsumen) saat melakukan transaksi ekonomi, bisnis, perdagangan,
perniagaan atau praktek jual beli dengan cara tidak wajar, tidak fair, tidak
taat dan patuh aturan main maupun/apalagi hukum.
Penyelundup klas teri pakaian bekas
berklas dari negara tetangga tertangkap tangan; penggerebekan di gudang
penimbunan sembako, di lokasi oplosan miras, di tempat pemalsuan barang menjadi
berita harian.
Konon, ahli sejarah peradaban bangsa
menemukan bukti dan fakta baru, bahwa pelaku industri politik secara TSM
(terstruktur, sistematis dan masif) dapat merugikan negara yang tidak bisa
ditakar dengan Rp (rupiah). Kerugian ditimbulkan dalam satuan waktu menit dan
jangan dibayangkan akumulasi selama satu periode atau lima tahun. Yang perlu dibayangkan, dampak syahwat politik, efek domino dari
gegar politik, geger politik, gempa politik, gagap politik terhadap generasi
masa depan, tak bisa ditakar apalagi ditukar dengan Rp. Kehidupan sehari-hari
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara terkontaminasi modus operandi aroma
politik sebagai panglima.
Dari sisi lain, dampak perilaku pelaku ekonomi, pelaku politik maupun
pelaku lainnya, jika terukur bisa-bisa bisa diwujudkan sesuai berita : Dalam
beberapa hari ini beberapa fakta menarik tentang Indonesia beredar di media
massa termasuk soal jomblo, jumlah perokok, tingkat kematian anak bawah lima
tahun (Balita), dan Jakarta sebagai kota termacet di dunia. FAKTA INDONESIA: Jomblo Lebih Bahagia, 51,1% Penduduk
Perokok, 1.370 Balita Meninggal Per Hari, Jakarta Termacet Di Dunia (sumber
: http://kabar24.bisnis.com/ )
SEJARAH BERULANG
Sejarah masa
lampau jika tidak bisa kita jadikan acuan, akan berulang dengan format,
kemasan, dan tampilan beda. Sejarah lama muncul menyesuaikan diri dengan
situasi dan kondisi terkini. Contoh utama dalam artikel ini, mari kita simak surat ke-8 Al-Qur’an yaitu Al Anfaal (rampasan
perang) terdiri atas 75 ayat dan termasuk golongan surat-surat Madaniyyah,
karena seluruh ayat-ayatnya diturunkan di Madinah. Surat Al Anfaal menjelaskan
makna rampasan
perang (ghanimah) adalah harta yang diperoleh dari orang-orang kafir dengan melalui
pertempuran, serta Fai-i ialah harta rampasan yang diperoleh dari musuh
tanpa terjadinya pertempuran.
Apa hubungannya dengan peta politik di Indonesia? Apakah
masih ada pertempuran di Indonesia? Apakah masih ada orang-orang kafir dan
musuh berkeliaran di Indonesia?
Konon, ahli sejarah peradaban bangsa
Indonesia ingin membeberkan sejarah aktual dan faktual pesta demokrasi.
Kisahnya dimulai dari bahwa Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDI-P).keluar sebagai juara umum Pemilihan Umum Legislatif Rabu, 9
April 2014. PDI-P mengantongi 18,9% total suara sah, atau 23.681.471 suara. Kisahnya
berlanjut Rabu, 9 Juli 2014, pekerja PDI-P atau kurir PDI-P berhasil menjadi
pemenang pertama dalam Pemilihan Presiden.
PDI-P setelah dua peridoe 2004-2009
dan 2009-2014 paceklik gol, maka di periode 2014-2019 akan panen gol. Mulai
dari pemilik tunggal PDI-P sampai kawanan PDI-P terjangkit candu politik.
Koalisi Indonesia Hebat (KIH) memang hebat untuk menguasai bola, menjadi
kemaruk politik.
Singkat kata, negara menjadi bak
rampasan perang. Negara dianggap sebagai warisan yang wajib dikapling-kapling
sampai tingkat pemerintahan terendah, dibagi habis sesuai asas balas jasa
politik, balas budi politik.
Apa pun kejadian di periode 2014-2019, akibat dari
politik balas jasa, balas budi vs politik balas dendam. Banyak pihak merasa
berjasa menjadikan Jokowi-JK sebagai RI-1 dan RI-2 dengan prinsip no free
lunch. Di media televisi, muncul manusia tanpa malu bergaya bak strata
RI-1,5 (atau bahkan ada yang mematut diri jadi RI-0,5) mengumbar kata, fatwa
bak orator ulung. Atau bandar politik menjadi dalang mengandalkan dinasti,
silsilah dan trah, tinggal main tunjuk, tinggal terima bonus politik. Parpol
pendatang baru tak kalah garangnya. Kurir politik yang kebagian kursi akan
selalu pasang badan sebagai tanda kesetiaan, loyalitas total.[Haen]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar