Halaman

Senin, 16 Februari 2015

dunia atau manusia yang terbalik

Dunia Atau Manusia Yang Terbalik

Acara TV swasta mengusung tema emansipasi wanita versi ibu kita Kartini, dikemas secara komedian, banyolan maupun lawak. Family 100 stasiun trans7, Senin 9 Februari 2019, pertanyaan ‘apa reaksi isteri jika suami pulang terlambat?’. 5 jawaban,  terbanyak adalah ‘marah’ (30 suara) dan ‘cueikin suami’ sebagai jawaban tersedikit (6 suara).

Modern women,  ideal kah?” sebagai tema acara Indonesia Lawak Club (ILC) stasiun trans7, Jumat 13 Februari 2015. Bintang tamu ustadz Nur Maulana, menjelaskan isteri yang baik adalah “irit di dapur, boros di kasur”. Bukan sebaliknya, “boros di dapur, pelit di kasur”. Dilengkapi dengan ujar bahwa “berhias untuk suami, bukan berhias untuk orang lain”. Dari pihak pembanyol, dari kaum Hawa, menyampaikan argumen : “lebih baik suami makan di luar, daripada pijat di luar”.

STATUS KELUARGA
Tradisi masyarakat di Indonesia masih ada yang memperdebatkan status perawan tua, perjaka tua, joko ting-ting, lajang atau jomblo abadi, tidak laku kawin, terlambat nikah. Seolah status tadi menjadi momok dan sekaligus borok keluarga. Pemerintah mengatur batas minimal usia nikah sebagai langkah normatif, moderat namun kondisional. Ironis, masyarakat menganggap perilaku kawin kontrak, nikah siri atau nikah di bawah tangan sebagi laku yang benar dan baik. Rubrik jodoh, komunitas kaum lajang/jomblo sebagai kiat dan ikhtiar menemukan jodoh.

Islam tidak mengenal istilah ‘terlambat nikah’, yang ada adalah belum ketemu jodohnya, ybs belum saatnya menerima amanah dari Allah. Bahkan ada rumusan jodoh, yaitu jika lelaki yang sudah siap nikah, tetapi belum berani, berarti tidak percaya diri. Jika pasangan suami isteri tidak kunjung mempunyai momongan, berarti Allah belum “mempercayai” untuk memberikan titipan.

 Islam memposisikan derajat, martabat, hakekat perempuan tidak beda jauh dengan laki-laki. Masalah gender, justru Islam menggariskan bahwa fitrahnya perempuan adalah sebagai ibu, karena Allah telah menciptakan perempuan dalam keadaan bisa mengandung dan melahirkan anak. Hukum asal seorang perempuan adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, atau yang dikenal dengan istilah ibu rumah tangga. Kewajiban sebagai seorang ibu tidak hanya sebatas ibu secara biologis maupun yuridis.

Pengarusutamaan gender, peranan wanita, pemberdayaan perempuan sebagai acuan pembangunan nasional sampai pembangunan di tingkat kabupaten/kota. Bahkan ‘pemberdayaan perempuan’ diwujudkan dalam Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Kepedulian Pemerintah mewujudkan emansipasi wanita maupun semangat Hari Ibu bersifat dinamis dan umat Islam mengantisipasi sejak dini, tidak sekedar menerima nasib sebagai obyek.

Islam tidak menganjurkan bahkan melarang kaum Hawa, perempuan hanya menjadikan keluarga sebagai simbol status, sebagai tameng sosial, sebagi bukti diri. Perempuan tidak dilarang beraktivitas sosial di luar rumah. Patut direnungkan, problematika wanita yang bekerja di luar rumah atau berkarir berdampak pada generasi masa depan.

WANITA KARIR
Kondisi masyarakat sekarang, di kalangan masyarakat menengah ke atas, demokratisasi pendidikan berbagai strata yang dipromosikan dengan kemudahan akses, mau tak mau berimbas pada peningkatan kesadaran meraih ilmu setinggi mungkin.  Perempuan menjelma menjadi wanita karir dengan sederet cita-cita atau memenuhi tuntutan kerja, tidak sekedar menunjang ekonomi keluarga. Bisa-bisa dari ibu rumah tangga menjadi imam keluarga.

Kalangan masyarakat papan bawah, para perempuan harus berjibaku, banting tulang, peras keringat, menyingsingkan lengan baju ke luar rumah. Tak jarang yang bermodal dengkul mengadu nasib untuk memenuhi tuntutan dapur, yang tidak bisa diandalkan dari kerja suami saja. Terkadang, justru wanita pekerja yang lebih nyata mencari nafkah keluarga dari pada suaminya. Sedari tulang rusuk beralih fungsi menjadi tulang punggung keluarga.

Demokratisasi pendidikan dan peluang kerja yang sama antara kaum Adam dan kaum Hawa, tidak diikuti dengan perubahan idiologi gender yang ada dalam masyarakat. Generasi muda terkontaminasi faham dan gerakan feminisme barat yang atraktif dan mengedepankan kekebebasan. Penyebab utama dan mendasar feminisme barat karena bangsa barat selalu mencari identitas diri, jati diri dan merumuskan posisi  ideal di tengah masyarakat yang mengandalkan materialisme.

Perempuan acap didaulat sebagai makhluk lokal, makhluk domestik yang siklus geraknya maupun orbitnya seputar kasur, dapur dan sumur sampai kubur. Prestasi duniawi yang kaum Hawa raih, walau secara formal bisa menyalip ruang juang kaum Adam, tetap saja dinilai berdasarkan posisi yang telah diformulasikan untuknya. Seberapa banyak dan tinggi prestasi yang diraih, tak akan pernah dianggap sebagai pencari nafkah. Kondisi ini tidak berlaku di industri politik, karena hukum yang berlaku tidak sekedar yang kuat, kaya, dan kuasa sebagai pemegang kendali, justru berlaku hukum pemakan segala. Nasib bangsa dan negara menjadi taruhan.

Tak ayal, berbagai aktivitas yang digeluti kaum Hawa, khususnya sampai meninggalkan rumah dan keluarga, adalah membantu pelaksanaan kewajiban sebagai seorang ibu dan pengatur rumah tangga. Islam menggariskan bahwa aktivitas utama seorang wanita adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga Artinya,  keadilan maupun keseimbangan yang dicari baik untuk Muslim maupun Muslimah merupakan jalan tengah yang tidak mengabaikan hak dan kewajiban masing-masing. Bahkan untuk urusan dunia pun, bukan menganut falsafah kaki jadi kepala, kepala jadi kaki.[HaeN].


Tidak ada komentar:

Posting Komentar