Dunia Atau Manusia Yang Terbalik
Acara TV swasta
mengusung tema emansipasi wanita versi ibu kita Kartini, dikemas secara
komedian, banyolan maupun lawak. Family 100 stasiun trans7, Senin 9 Februari
2019, pertanyaan ‘apa reaksi isteri jika suami pulang terlambat?’. 5 jawaban, terbanyak adalah ‘marah’ (30 suara) dan
‘cueikin suami’ sebagai jawaban tersedikit (6 suara).
“Modern women, ideal kah?” sebagai tema acara Indonesia
Lawak Club (ILC) stasiun trans7, Jumat 13 Februari 2015. Bintang tamu ustadz
Nur Maulana, menjelaskan isteri yang baik adalah “irit di dapur, boros di
kasur”. Bukan sebaliknya, “boros di dapur, pelit di kasur”. Dilengkapi dengan
ujar bahwa “berhias untuk suami, bukan berhias untuk orang lain”. Dari pihak
pembanyol, dari kaum Hawa, menyampaikan argumen : “lebih baik suami makan di
luar, daripada pijat di luar”.
STATUS KELUARGA
Tradisi masyarakat
di Indonesia masih ada yang memperdebatkan status perawan tua, perjaka tua, joko
ting-ting, lajang atau jomblo abadi, tidak laku kawin, terlambat nikah. Seolah status
tadi menjadi momok dan sekaligus borok keluarga. Pemerintah mengatur batas
minimal usia nikah sebagai langkah normatif, moderat namun kondisional. Ironis,
masyarakat menganggap perilaku kawin kontrak, nikah siri atau nikah di bawah
tangan sebagi laku yang benar dan baik. Rubrik jodoh, komunitas kaum
lajang/jomblo sebagai kiat dan ikhtiar menemukan jodoh.
Islam tidak mengenal istilah ‘terlambat nikah’, yang ada
adalah belum ketemu jodohnya, ybs belum saatnya menerima amanah dari Allah.
Bahkan ada rumusan jodoh, yaitu jika lelaki yang sudah siap nikah, tetapi belum
berani, berarti tidak percaya diri. Jika pasangan suami isteri tidak kunjung
mempunyai momongan, berarti Allah belum “mempercayai” untuk memberikan titipan.
Islam memposisikan
derajat, martabat, hakekat perempuan tidak beda jauh dengan laki-laki. Masalah
gender, justru Islam menggariskan bahwa fitrahnya perempuan adalah sebagai ibu,
karena Allah telah menciptakan perempuan dalam keadaan bisa mengandung dan
melahirkan anak. Hukum asal seorang perempuan
adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, atau yang dikenal dengan istilah
ibu rumah tangga. Kewajiban sebagai seorang ibu tidak hanya sebatas ibu secara
biologis maupun yuridis.
Pengarusutamaan gender, peranan wanita, pemberdayaan
perempuan sebagai acuan pembangunan nasional sampai pembangunan di tingkat
kabupaten/kota. Bahkan ‘pemberdayaan perempuan’ diwujudkan dalam Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Kepedulian Pemerintah mewujudkan
emansipasi wanita maupun semangat Hari Ibu bersifat dinamis dan umat Islam
mengantisipasi sejak dini, tidak sekedar menerima nasib sebagai obyek.
Islam tidak menganjurkan bahkan
melarang kaum Hawa, perempuan hanya menjadikan keluarga sebagai simbol status,
sebagai tameng sosial, sebagi bukti diri. Perempuan tidak dilarang beraktivitas
sosial di luar rumah. Patut direnungkan, problematika wanita yang bekerja di luar rumah atau berkarir berdampak pada
generasi masa depan.
WANITA KARIR
Kondisi masyarakat sekarang, di
kalangan masyarakat menengah ke atas, demokratisasi pendidikan berbagai strata yang
dipromosikan dengan kemudahan akses, mau tak mau berimbas pada peningkatan
kesadaran meraih ilmu setinggi mungkin.
Perempuan menjelma menjadi wanita karir dengan sederet cita-cita atau
memenuhi tuntutan kerja, tidak sekedar menunjang ekonomi keluarga. Bisa-bisa
dari ibu rumah tangga menjadi imam keluarga.
Kalangan masyarakat papan bawah, para
perempuan harus berjibaku, banting tulang, peras keringat, menyingsingkan
lengan baju ke luar rumah. Tak jarang yang bermodal dengkul mengadu nasib untuk
memenuhi tuntutan dapur, yang tidak bisa diandalkan dari kerja suami saja. Terkadang,
justru wanita pekerja yang lebih nyata mencari nafkah keluarga dari pada
suaminya. Sedari tulang rusuk beralih fungsi menjadi tulang punggung keluarga.
Demokratisasi pendidikan dan
peluang kerja yang sama antara kaum Adam dan kaum Hawa, tidak diikuti dengan
perubahan idiologi gender yang ada dalam masyarakat. Generasi muda
terkontaminasi faham dan gerakan feminisme barat yang atraktif dan
mengedepankan kekebebasan. Penyebab utama dan mendasar feminisme barat karena
bangsa barat selalu mencari identitas diri, jati diri dan merumuskan posisi ideal di tengah masyarakat yang mengandalkan
materialisme.
Perempuan acap didaulat sebagai
makhluk lokal, makhluk domestik yang siklus geraknya maupun orbitnya seputar
kasur, dapur dan sumur sampai kubur. Prestasi duniawi yang kaum Hawa raih,
walau secara formal bisa menyalip ruang juang kaum Adam, tetap saja dinilai
berdasarkan posisi yang telah diformulasikan untuknya. Seberapa banyak dan
tinggi prestasi yang diraih, tak akan pernah dianggap sebagai pencari nafkah.
Kondisi ini tidak berlaku di industri politik, karena hukum yang berlaku tidak
sekedar yang kuat, kaya, dan kuasa sebagai pemegang kendali, justru berlaku
hukum pemakan segala. Nasib bangsa dan negara menjadi taruhan.
Tak ayal, berbagai aktivitas yang
digeluti kaum Hawa, khususnya sampai meninggalkan rumah dan keluarga, adalah
membantu pelaksanaan kewajiban sebagai seorang ibu dan pengatur rumah tangga. Islam
menggariskan bahwa aktivitas utama seorang wanita adalah sebagai ibu dan
pengatur rumah tangga Artinya, keadilan maupun keseimbangan yang dicari baik
untuk Muslim maupun Muslimah merupakan jalan tengah yang tidak mengabaikan hak
dan kewajiban masing-masing. Bahkan untuk urusan dunia pun, bukan menganut
falsafah kaki jadi kepala, kepala jadi kaki.[HaeN].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar