Halaman

Jumat, 13 September 2019

Radikalisasi Anak, Komoditas Ekonomi vs Kepentingan Politik


Radikalisasi Anak, Komoditas Ekonomi vs Kepentingan Politik

Daya kritis seseorang atas nasib anak, memang bisa berangkat dari pengalaman pribadi. Bisa juga karena tuntutan dan tantangan pekerjaan. Di pihak lain, betapa tuntunan agama agar kita peduli anak, khususnya anak yatim.

Menjadi fenomena yang terus menggejala. Mulai pasal anak jalan (anjal) yang masuk kategori penyakit masyarakat dan menjadi bidang garap aparat kepolisian. Pekerja di bawah umur atau tenaga kerja anak karena tekanan ekonomi. Seolah menjadi menu kesibukan pemerintah.

Bagaimana daya tanggap anak bangsa atas polemik KPAI dan PB Djarum, malah menjadi pintu masuk menguak pasal pendayagunaan anak. Bukan pada masalah pro dan kontra. Banyak pihak menjadikan kesempatan untuk berujar, rembuk kata secara sepihak. Nyaris tendensius, berat sebelah serta menunjukkan diri tidak tahu duduk perkara.

Semua pihak merasa berhak buka mulut, unjuk gigi, tepuk dada. Muncul pahlawan kesiangan atau kepagian. Padahal mata rantai tindak terhadap anak, sedemikan masif. Masih tahun politik, kalau tak bicara politik rasanya tak intelek, tak berklas. PR nasib anak bertumpuk dan seolah terlupakan.

Mau tak mau, hukum akan terpengaruh perseteruan modus raksasa ekonomi atau kebal hukum pelaku politik yang memanfaatkan polemik. Adab bangsa diuji. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar