sekali gebuk, dua tiga
rakyat terkapar
Aksi simulasi, peragaan penuh reka-reka, adegan ulang maupun rekonstruksi. Jangan
asal bidik, bebas terka, tebak untung-untungan tanpa perhitungan, main
kira-kira. Diorama di museum adab peradaban di zaman pra-batu. Kendati batu
mulia berserakan, tak ada satu pihakpun. Aman dari nilai ekonomis. Malah menjadi
landasan injakan kaki tanpa alas.
Soal bentuk, warna, kekerasan belum ada laporan resmi pihak berwenang
dengan pola cari muka vs setor muka. Cemerlang benda lebih dialihkan ke rekam
jejak, karier, nasib peruntungan. Makna tersudut, manusia untuk sukses dunia
harus berhati batu. Robot hidup.
Sejarah berulang dengan pola laku, modus watak yang lebih canggih. Beda pelaku.
Pada umumnya memang begitulah fakta sejarah. Apalagi zaman pra-batu buaya ukuran
raksasa masih bebas hidup.
Cicak di dinding, diam-diam merayap. Datang seekor buaya, prot langsung
disemprot.
Diorama sesuai atau memperkuat judul, bukan satu-satunya ungggulan, andalan
isi museum nusantara. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar