Halaman

Kamis, 05 September 2019

jimpitan kerikil oleh petugas partai, modal bangun kayangan


jimpitan kerikil oleh petugas partai, modal bangun kayangan

Kisah asal dikisahkan. Adalah SD Negeri pinggir negeri sendiri. Belum punya kode pos. Halaman sekolah mengkuti sentimen alam. Gersang menyengat saat musim kemarau yang selalu diperpanjang. Menjadi kubangan, genangan saat hujan sebagai bukti Rachmat dari Allah swt.

Rakyat pandai bersyukur atas hadirnya SD dimaksud. Apakah karena sesuai sistem rayon, anak didik menjadi terseleksi. Jalan kaki menuju lokasi, menjadi pendidikan mental tanpa konsep. Laju pertumbuhan ekonomi lokal mendorong kenal kerja sebelum waktu yang ditetapkan oleh pemerintah. Kalimatnya agak panjang.

Satu hal yang menjadi subyek penguasa atau elite lokal. Kepala sekolah membuat kebijakan. Agar setiap siswa, murid, anak didik setiap senin membawa beberapa kerikil dan atau kerakal. Bebas jumlah dan ukuran. Langsung ditebar di halaman sekolah.

Hasil pengamatan, dirasa butuh waktu untuk membuat halaman meninggi. Tambah waktu, setiap senin dan jumat. Guru, pendidik gotong royong menggali tanah. Tempat sampah organis. Tanam pohon sesuai fungsi halaman, lapangan sekolah.

Soal air untuk penyiraman. Andalkan sumur gali bantuan relawan, orangtua, tokoh masyarakat dan pihak yang berkontribusi nyata. Akhirnya, karena masih dalam proses, belum dapat disimpulkan. Rasanya, rasa swadaya, swasembada, swakarya terasa dan menjadi hak milik rakyat akar rumput. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar