rakyat bersatu, hadapi
lawan yang sama
Setiap presiden RI punya rasa humor. Saking ingin dianggap bergaya familier,
dianggap merakyat, malah hobi terkekeh sendiri. Satu kalimat terujar, diimbangi
satu alenia kekehaannya. Opo tumon. Lama-lama soyotuman.
Bukan masalah berbahasa Indonesia yang benar, baik, bagus. Tergantung asupan
ideologi. Komponen lokal politik menjadikan diri bak penguasa yang serba haus. Maka
daripada itu, serap aliran ideologi impor. Akan menjadi penguasa serbatega. Komplit.
Bebaskan Irian, ganyang Malaysia sampai kemandirian pangan, swasembada
beras berkat dukungan hasil keringat jerih payah petani negara lain. Generasi milenial
kian kebal atau bebal. Bukan urusan negara.
Apa mau dikata. Kawanan manusia politik secara sistematis, berpola, menerus,
berkelanjutan mengalami proses penurunan fungsi otak. Sumberdaya akal terbarukan
menjadikan dirinya mati rasa. Stadium yang mana di mana tangan kanan sudah
tidak percaya pada loyalitas tangan kiri.
Lupa diri bahwa sedang mengemban kepercayaan rakyat. Ke kawanan pemilih
saja sudah curiga luar dalam. Sejarah berulang. Apakah akan ada ‘bebaskan Irian’
jilid II. Artinya, maksud hati sudah merasa meng-infastruktur-kan pulau Papua. Malah
dibalas air tuba.
Jangan-jangan ‘susu sapi kemarin sore’ yang digelontorkan. Lupa akan
skenario bahwa pulau Papua menjadi ‘sapi perahan’ negara adidaya sejak zaman
dahulu kala. Urat nadi bangsa sudah dicekoki aneka minuman keras berbasis misi
aliran kepercayaan. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar