Halaman

Rabu, 20 Oktober 2021

lokasi papasan, kedaulatan rakyat vs keterwakilan rakyat

lokasi papasan, kedaulatan rakyat vs keterwakilan rakyat

 Metodologi olah kata berdasarkan suka-suka saja. Minimal menurut ketataan rakyat. Tidak berdasarkan pengalaman dan pengamalan kerakyatan secara pribadi. Agar terjadi perimbangan olahan. Kejadian eksternal yang tinggal comot, ambil sampel di banding-sanding-tanding secara acak paripurna. Seni merangkai kata menjadi faktor penentu kemuliaan diri lewat narasi berikut.

 Kendati pakai sandal sendiri, beda tampilan dan harga beli. Kaki bisa lecet. Sandal khusus jalan ke masjid, tapi bisa dipkai jalan jauh. Semacam selop, ada tutup peilindung ujung jari. Sisanya, bukan sandal jepit, serba guna. Dipakai ke masjid jika jalanan bukan pasca hujan. Ini baru kisah riwayat sepasang sandal yang lebih sepasang.

 Apalagi kali urai berai busana hem lengan panjang dan atau pendek. Polos atau bermotif. Warna sesuai kaos yang sedang di badan. Celana panjang itu-itu saja, biru tua. Ironi memang, jika hem hanya dipakai untuk ke masjid. Ternyata kerah baju bagian dalam, menempel leher, cepat kotor. Tampak dekil, berdaki. Mau tahu nasib sajadah.

 Jadi kurang lebihnya begitulah kiranya jika ada rumusan formal bernegara sama-sama menggunakan lema ‘rakyat’. Sama-sama mengatasnamakan rakyat sesuai stratifikasi, klasifikasi vertikal maupun horizontal. Kawanan anggota partai yang mengatasnamakan rakyat dengan gerbong wakil rakyat dan atau selaku kepala daerah apalagi kepala negara pilihan langsung rakyat. Di negara yang sama saja tidak bisa sinergi. Saling adu nyali bukan karena memperjuangkan kebutuhan rakyat. Lebih mementingkan kepentingan partai politik. Dimensi bencana politik beririsan dengan model negara multipartai.

 Pergerakan rakyat tapak tanah, papan bawah, modal dengkul mulai dari nol. Bahkan minus. Berjuang harian sesuai nasib diri. Pakai dalil ekonomi sehari. Roda obah rezeki tambah. Semakin roda dikebut, hasilnya segitu-gitu saja. Rezeki sudah ditetapkan oleh-Nya. Seolah beda dengan pihak sekali sabet 2 – 3 “rezeki” masuk kantong.

 Pergerakan rakyat menuju sejahtera secara massal, kolosal, komunal. Di arah lain, multi pihak beratribut negara melaju, sejahtera di depan mata. Mirip jalur ganda kereta api bebas hambatan. Di atas kertas, akan ada titik temu. Terbatas tampak samping. Pengamat asing mampu melihat dari atas. Kereta api sarat beban negara melaju tidak terkira. Diutamakan di semua lintasan. Di lokasi yang tampak seremonial. Kereta api rakyat masuk dengan tertatih-tatih. Masih untung bisa sampai utuh atau mrotoli di jalan. Sesuai protap, terjadilah adegan seolah “jumpa” di beda jalur. Media lokal berbayar langsung menayangkan. Siapa meninggalkan siapa. 2024 mau kemana. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar