martabat pantat tergugat, jangan salahkan rakyat
Nilai kenaikan kelas, kelulusan anak didik bukan sekedar pada hakikat angka. Diamnya rakyat bukan karena merasa dirinya bake mas. Nilai rakyat dengan ke-diam-annya bukan berarti pasif, terima apa adanya vs terima adanya apa. Merasa tak patut untuk menuntut. Merasa posisi dan kondisi bawaan sejak dalam kandungan. Memperbaiki keturunan dengan cara dan ukuran baju.
Jika anak cucu keluarga petani lebih pilih profesi lain. Malah jadi dalih penguasa agar cadangan beras nasional tetap terjaga dengan pola beli beras produk petani negara lain. Jabatan penguasa Bulog menjadi jabatan politis. Soal impor beras dan umumnya pangan, menjadi kepentingan manusia ekonomi alias pengusaha.
Memperjuangkan ke-diri-an selaku manusia yang manusiawi. Memandang martabat bukan karena pangkat, jabatan, kekayaan atau sifatnya formal di bibir. Martabat diri beririsan dengan akhlak. Penilaian martabat seseorang dengan melihat tindak tanduknya. Jika ada pihak semacam penguasa, beritndak dengan tandukannya. Membabi buta. Serudak-seruduk karena merasa kuat, kaya, kuasa.
Jika penyelenggara negara sudah tak mampu menjaga jiwa,
raga dan nama. Pratanda alam akan adanya kejadian alami, bukan rekayasa. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar