Halaman

Rabu, 05 Desember 2018

kenapa du(s)ta besar mbah Amalu


kenapa du(s)ta besar mbah Amalu

Acara kenegaraan dihadiri perwakilan, diplomat, duta besar negara sahabat. Jadi kalau negara tak bersahabat, tak ada duta besarnya di NKRI. Kok begitu analisanya. Enaknya begini saja, jadi kalau negara paling bersahabat, banyak mempunyai “duta besar” di  Nusantara. Malah jadi terjadi duta kecil yang bisa blusukan sampai tepi, pojok, sudut pulau kecil, terpencil.

Mau bicara duta besar atau pasal lainnya. Namanya judul, sesuai yang membuat.

Lanjut ke, kenapa dan siapa ada sebutan mbah Amalu. Jelas bukan nama orang dan atau manusia Nusantara. Silahkan dieja dari kanan. Luaskanlah cakrawala wawasan agar tak mudah terhasut, terjebak, terintimidasi gaya orasi penyambung lidah penguasa.

Jangan dibayangkan betapa bangganya penguasa tunggal akan fakta derasnya arus masuk modal dari pasar uang luar negeri. Struktur dan postur industri politik tak ada keterkaitan emosi dengan ketidakpastian ekonomi global.

Pepatah yang susah dipatahkan maknanya, antara lain “pagar makan tanaman”. Tantangan adab pergolakan kehidupan bisa menjadi “pagar makan pagar’. Jangan heran ada silang argumen. Kawanan bhayangkara menyebut kelompok kriminal bersenjata. Aparat pertahanan menyebut makar. Karena kejadian pasal perkara terjadi di wilayah Indonesia bagian matahari terbit. Jauh dari ibukota NKRI.

Ban bekas, khususnya ban luar menjadi simbol unjuk rasa, unjuk raga. Beda dengan eksistensi kubangan jalan pratanda sedang dalam ada proyek jangka panjang.

Apakah Indonesia masih masuk kategori Dunia Ketiga. Atau dunia lain. Bukan aib, tabu mengandalkan penilaian pihak asing. Khususnya yang menyanjung wibawa negara. Siapa lagi kalau bukan dari negara paling bersahabat. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar